Surabaya disebut menjadi kota termacet di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian Global Traffic Scorecard 2021, Inrix. Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya meragukan data tersebut.
"Kurang yakin terhadap data itu, karena harusnya enggak kalau saya lihat," kata Kepala Dishub Surabaya Tunjung Iswandaru saat dihubungi detikcom, Kamis (13/1/2022).
Tunjung menjelaskan, angka dalam penelitian Inrix, tertulis masyarakat Surabaya menghabiskan waktu 62 jam per tahun. Artinya, jika 62 jam dibagi setahun, maka selama sehari masyarakat Surabaya membuang waktu 10 menit untuk berkutat di kemacetan.
"Saya juga kurang yakin. Kota-kota lain malah di bawah Surabaya, kemacetannya di bawah 10 menit. Apakah benar datanya saya tidak tahu. Angka 62 jam per tahun dan diambil hanya jam-jam sibuk, per hari 10 menit. Memangnya Jakarta bisa di bawah Surabaya kurang dari 10 menit? Ukuran kota beda, penduduknya pun beda. Otomatis tingkat kompleksitas berbeda," jelasnya.
Tak hanya itu, Tunjung juga melihat permasalahan kemacetan dari ukuran kota. Dalam pikirannya, bisa saja survei ini dibagi jumlah perjalanan total harian dengan jumlah penduduk kota.
"Ya pastinya beda dong penduduk Surabaya dengan Jakarta, lebih banyak Jakarta," ujarnya.
"Tetapi kalau berdasarkan ukuran kota akan berbeda, semakin besar kota semakin beda. Masalahnya, Surabaya bukan saya menyampaikan 10 menit itu hal yang wajar. Tapi kalau yang mengcompare kota di bawah 10 menit, datanya saya nggak tahu juga," tuturnya.
Tunjung juga menyampaikan, survei tersebut dilakukan tahun 2021. Saat itu, setiap kota sama-sama melakukan pengetatan perjalanan hingga melaksanakan Work From Home (WFH).
"Mungkin waktu WFH tidak ketat di rumah semua sehingga perjalanan lebih lancar, di kota lainnya WFH ga ketat. Otomatis masih ada kepadatan. Kan beda. Bandingkan sama-sama lalin yang normal. Kalau sama-sama normal oke, kalau pembandingnya lalin yang berbeda kita jadi sulit. Karena kebijakan berbeda-beda," urainya.
Sementara Tunjung mengaku tidak mengetahui cara pengambilan data dalam survei tersebut. Namun, pihaknya akan berusaha lebih baik untuk mengatur lalu lintas Kota Surabaya agar tidak macet.
"Memang kita akui, kepadatan pasti ada," tambahnya.
Diketahui, angka mobilitas di Surabaya di bawah 0,56 volume per capacity. Dari tahun ke tahun, angka dinilai masih bagus.
"Kemudian kecepatan ruas yang di kota. Kita masih 42 koma sekian kilo meter per jam, kita nggak tahu yang dicompare sama kita berapa kecepatannya. Sulit bagi saya menyatakan bahwa Surabaya lebih baik, karena nggak tahu datanya," pungkasnya.