Desember Kelabu Bagi Warga Sekitar Semeru

Erliana Riady - detikNews
Minggu, 12 Des 2021 13:46 WIB
Sumaiyah, pengungsi erupsi Semeru di Blitar/Foto: Erliana Riady/detikcom
Blitar - Desember, bagi warga Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang selalu kelabu. Sebab, potensi erupsi Semeru selalu menghantui setiap musim hujan.

Sabtu (4/12), Sumaiyah bergegas menyiapkan sarapan untuk suaminya, usai memandikan putri mereka. Namun sang suami yang merasa kenyang mengunyah singkong godog dan segelas kopi, keburu pamitan menambang pasir di sungai aliran lahar dekat rumah mereka.

"Cuacanya mendung terus, mumpung belum hujan deras jadi suami saya cepetan nambang pasir. Katanya nanti siang saja makan nasinya," tutur perempuan 30 tahun itu, Minggu (12/12/2021).

Beranjak siang, cuaca makin tak bersahabat. Hujan deras turun sekitar pukul 13.30 WIB. Namun hujan hari itu berlangsung tak lama. Suami Sumaiyah, Slamet Santoso pun memilih pulang untuk istirahat dan makan siang. Lagi pula, para penambang harus selalu waspada munculnya banjir bandang jika intensitas hujan tinggi seperti hari ini. Menepi, dipilih mereka agar terhindar dari bencana yang tiba-tiba datang.

Slamet pulang lalu mandi dan salat zuhur. Sumaiyah kemudian menyiapkan makanan yang sedari pagi telah matang diolah. Namun ketika tangan Slamet memegang piring siap mengambil nasi, terdengar teriakan orang kampung mengabarkan Semeru erupsi.

"Saya saut anak saya dalam gendongan, kami berlari kencang menuju bukit. Semua sangat cepat terjadi, tak ada tanda apa-apa sebelumnya. Gemuruh Semeru mengacaukan pikiran kami, hujan kerikil makin deras menimpa kepala. Untung nenek sempat menyaut selimut, jadi bisa nutupi kepala anak saya," kata Iyah dengan terbata.

Warga dusun semua berlarian menuju bukit. Suasana gelap gulita membuat semakin mencekam. Tangisan para perempuan dan anak-anak nyaris tak terdengar, tertutup suara Semeru.

"Seperti tak ada harapan hidup. Kami di bukit dalam kondisi gelap, kanan kiri tebing jurang. Salah langkah sedikit saja, pasti jatuh ke jurang. Banyak pohon tumbang. Di sana kami bertahan sampai kelihatan cahaya terang dari matahari, sekitar setengah jam," ungkap ibu dengan satu putri ini.

Begitu awan hitam berangsur terbawa angin, cahaya matahari melegakan hati warga dusun. Mereka bergegas turun, karena ada suara toa petugas keamanan. Petugas lalu membawa mereka ke lokasi pengungsian di Desa Penanggal. Perjalanan ke Penanggal sekitar tiga kilometer, diselimuti pandangan nanar para pengungsi.

Mereka melihat, banyak rumah atapnya ambruk dan tertutup debu hitam Semeru. Banyak korban melepuh kulitnya terkena awan panas tak sempat mencari tempat berlindung. Mereka semua diam, sampai turun dari mobil dan mencari tempat nyaman untuk selonjorkan kaki.


(sun/bdh)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork