"Kalau di wilayah hukum memang kita serahkan ke pihak yang berwenang. Kalau dari sisi (status) ASN (Aparatur Sipil Negara)-nya, kita bisa bergerak kalau sudah ada putusan inkrah," kata Wakil Koordinator Perencanaan, Kerjasama, Informasi dan Humas (PKIH) Unej Rokhmad Hidayanto saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (26/11/2021).
Jadi, lanjut Rokhmad, pihak Unej masih menunggu seperti apa putusan inkrahnya. Sebab, masih belum ada kepastian, apakah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerima keputusan majelis hakim. Demikian juga dengan pihak terdakwa.
"Bisa saja nanti yang bersangkutan masih menjalani proses selanjutnya. Misalnya (mengajukan) banding. Jadi memang belum inkrah," tandas Rokhmad.
Kendati demikian, sambung dia, Rahmat Hidayat telah diberhentikan sementara dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak tanggal 12 Juli 2021. Sejak saat itu, Rahmat tidak lagi menjalani aktivitas sebagai dosen di Unej.
"Status ini akan ditindaklanjuti setelah ada keputusan inkrah. Jadi kita tunggu keputusan tetapnya, atau inkrahnya nanti seperti apa," pungkas Rokhmad.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adek Sri Sumiarsih saat dikonfirmasi mengaku masih pikir-pikir atas vonis dari majelis hakim. Sebab vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan yang diajukan, yakni 8 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Masih ada waktu 7 hari untuk menentukan sikap, tunggu saja," ujar Sri singkat.
Sementara penasihat hukum Rahmat Hidayat, M. Faiq Assiddiqi mengaku masih akan berdiskusi dengan kliennya itu, apakah akan menerima atau mengajukan banding. Faiq menyatakan akan memberikan saran dan masukan kepada Rahmat sebelum mengambil keputusan.
"Kami sebagai penasihat hukumnya akan memberikan saran dan pertimbangan kepada klien kami apakah mengajukan banding atau tidak dalam putusan majelis hakim itu, sehingga kami perlu berdiskusi dengan terdakwa dan keluarganya lebih dulu," ucapnya. (iwd/iwd)