Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Pemkab Blitar mencatat, selama Januari hingga Oktober 2021 ada 37 kasus kekerasan seksual pada anak. Di mana 27 kasus dengan korban perempuan.
Sementara pada 2020 ada 40 kasus kekerasan seksual pada anak. Di mana 20 di antaranya dengan korban perempuan.
"Selama pandemi ketika anak banyak berinteraksi dengan keluarga dan lingkungannya, di sinilah kekerasan seksual terjadi. Pelakunya orang terdekat, seperti saudara, tetangga bahkan orang tua. Dan dilakukan di ruang privat," ungkap Kepala DPPKBP3A Pemkab Blitar, Eka Purwanta usai talkshow #BeraniBeraksi Hapus KTPAP dan Perkawinan Anak, Jumat (19/11/2021).
Dengan data ini, Eka menilai pentingnya peran serta semua pihak menghapuskan kekerasan seksual pada anak. Tidak hanya instansi pemerintah di semua OPD, namun juga keterlibatan internal keluarga untuk memahami pengetahuan hak aman anak, dan kesehatan reproduksi mereka.
Nanda Dwinta Sari, Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) yang hadir sebagai narasumber mengatakan, isu #BeraniBeraksi ini karena adanya kecenderungan naiknya kasus kekerasan seksual anak saat pandemi.
"Justru itu yang kami kaget. Ketika pandemi, kita diminta ada di rumah, ternyata kasus ini masih terjadi. Dan kejadiannya bukan di ruang publik tapi justru di ruang privat. Di dalam rumah bukan ruang aman lagi bagi anak," tutur Nanda.
Nanda menguraikan, harus melakukan penyadaran kepada masyarakat. Kekerasan gender online juga naik, ketika pendidikan literasi digital masyarakat kita masih minim. Masyarakat tidak bertanggung jawab terhadap informasi yang diakses. Tidak mengetahui bagaimana ketika mendapat dan menyampaikan informasi yang diserap.
"Sehingga peran menyadarkan masyarakat ini yang terus kami dorong mengawal perbaikan isu ini. Situasi ini memprihatinkan. Kita gak bisa mengandalkan pemerintah. Tapi masyarakat harus terus mengawal dan kritis pada situasi sekitar. Itu kuncinya. Apalagi ada budaya membungkam pada perempuan dan anak," terangnya.
Kampanye #BeraniBeraksi ini, lanjut Nanda, merupakan upaya penguatan kapasitas. Sehingga seluruh elemen masyarakat punya peluru untuk mengantisipasi dan menghapus kekerasan seksual pada anak. (sun/bdh)