Banyak yang menyebut jembatan merah mendapatkan namanya karena darah para pejuang yang tertumpah di jembatan itu saat perang 10 November 1945. Namun, pemerhati sejarah ini menampik hal tersebut.
Pemerhati sejarah Achmad Zaki Yamani mengatakan Jembatan Merah dibangun berdasarkan kesepakatan antara Kerajaan Mataram dengan Belanda pada 11 November 1743. Saat itu, jembatan itu memiliki nama Roode Brug, yang artinya Jembatan Merah.
"Jembatan merah itu sudah ada namanya, awalnya jembatan merah bernama Roode Brug. Roode itu merah, Brug itu jembatan. Karena di samping pagar itu berwarna merah, mulai dari awal dicat merah dan dari awal sudah dinamakan Roode Brug," ungkap Zaki kepada detikcom, Rabu (10/11/2021).
Sementara sekitar tahun 1980, Jembatan Merah direnovasi. Hal ini dilakukan karena sejumlah alasan. Salah satunya jembatan yang ramai akan lalu lalang kendaraan.
"Jembatan itu kan karena banyak lalu lalang, maka harus direstorasi. Kalau ingin tahu aslinya Jembatan Merah itu, nggak jauh beda dengan jembatan Peneleh. Model-modelnya kenapa jembatan itu harus direnovasi karena jembatan itu tidak memungkinkan," jelas Zaki yang juga anggota Komunitas Begandring Soerabaia.
Namun, ada beberapa versi yang menyebut sejumlah piranti di Jembatan Merah sudah tidak asli. Hal ini juga diakui Zaki saat menilik pagar di jembatan merah.
"Hanya saja jembatan yang asli, komponan pondasi dan lain-lain kemana itu tidak diketahui. Akan tetapi ada yang menyatakan pagar dari jembatan merah itu konon masih asli. Hanya saja, saya tidak menemukan bekas pertempuran atau bekas tembakan. Kecuali saya menemukan bekas tembakan itu di pelindung jembatan depan Gedung Internatio itu ada. Di Viaduk Gubeng itu masih ada bekas tembakan pertempuran," paparnya.
"Namun di Jembatan Merah itu tidak kami temukan. Nah kemungkinan restorasi itu juga termasuk restorasi pagar jembatan," pungkasnya. (hil/iwd)