Cerita misteri hingga asal usul kehidupan ratusan monyet-monyet yang menghuni kuburan Ngujang, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung banyak beredar luas di masyarakat. TPU yang ada sisi utara Tulungagung tersebut kerap didatangi warga sekitar bahkan luar Tulungagung.
Lokasi tersebut juga dinamakan Wisata Ketek'an. Dalam arti Jawa ketek adalah monyet, tapi dalam bahasa Indonesia bisa jadi artinya ketekan atau tertekan atau bahkan ketiak.
Meski tak hidup dalam kandang, namun monyet tersebut bisa berinteraksi dengan masyarakat atau pengunjung yang datang. Kawanan monyet tersebut biasa hidup secara bergerombol dengan koloninya, terkadang berada di antara batu-batu nisan, pinggir jalan maupun bergelantungan di pepohonan.
Ini 5 cerita mistis soal monyet Ngujang:
1. Kera Ngujang Santri Kutukan Sunan Kalijaga
Konon monyet liar abu-abu di kawasan pemakaman Ngujang awalnya berasal dari seorang para santri nakal yang dikutuk Sunan Kalijaga.
Menurut Juru Kunci Makam Ngujang, pada saat Sunan Kalijaga memberikan wejangan saat menyebarkan Agama Islam di wilayah Tulungagung, ada beberapa santri yang bermain-main di atas pohon.
"Maka berujarlah Sunan Kalijaga, yang lain belajar kok malah naik ke pohon kaya kera. Mungkin karomah seorang wali atau sunan, berujar seperti tadi bisa menjadi kenyataan," jelasnya.
2. Jelmaan Pencari Pesugihan
Bagi masyarakat Tulungagung tidaklah asing dengan cerita tersebut, konon monyet-monyet Ngujang merupakan jelmaan dari para pencari pesugihan yang telah meninggal dunia.
Namun menurut Juru Kunci Makam Ngujang Ribut Katenan cerita tersebut tidak benar. Monyet-monyet yang hidup di kawasan Ngujang sebenarnya adalah monyet biasa, namun dia menyakini dilindungi oleh hal gaib.
"Ini sering saya garis bawahi, kalau (jelmaan pencari pesugihan) itu sebenarnya kurang benar. Kenapa? kalau orang mati menjadi monyet, sedangkan monyet ini bisa mati, terus kera ini menjadi apa," kata Ribut saat ditemui detikcom di kuburan Ngujang.
3. Asal Kata Ngujang
Ribut menjelaskan, dalam cerita yang lain disebutkan, nama Ngujang berasal dari penggalan kata ngu dan jang. Kala itu saat Sunan Kalijaga memberikan wejangan kepada muridnya ada suara kera "ngak nguk".
"Maka untuk mengingat desa ini kalau nanti ramai, maka disebut Desa Ngujang, ngu itu suara kera dan jang itu wejangan," imbuh Ribut.
4. Kera Ngujang Menghilang Tiba-tiba
Di kalangan masyarakat Tulungagung banyak yang menyebutkan, monyet-monyet Ngujang kadang bisa menghilang. Padahal biasanya berkeliaran di sekitar makam hingga jalan raya.
"Itu tidak benar, kera-kera di sini tidak di kurung, jadi hidup secara liar dan berkelompok. Kalau dikatakan menghilang, tidak. Karena sini tempatnya luas. Lihat saja di sini tidak ada, tapi di selatan itu banyak sekali yang bermain di atas pohon," kata Ribut.
5. Jumlah Monyet Ngujang Tak Berkurang
Ada yang menyebutkan monyet-monyet Ngujang berjumlah tetap. Adanya kera yang lahir dan mati tidak mengubah jumlahnya. Menurut cerita di masyarakat jumlah monyet-monyet di Ngujang berjumlah 40, ada juga yang menyebutkan 99 ekor.
"Itu tidak benar, kera di sini ada yang mati dan juga ada yang mengalami perkembangbiakan. Jumlahnya berubah-ubah. Ada yang menyebutkan 40 ekor setelah saya kasih makan jumlahnya lebih, ada yang menyebut 99, ternyata lebih," katanya.
Ribut mengaku tidak pernah menghitung secara pasti jumlah populasi monyet-monyet liar tersebut. Namun pihaknya memperkirakan jumlahnya mencapai lebih dari 200 ekor. "Mereka terbagi menjadi dua kelompok," jelasnya.