Puluhan korban jiwa dikubur secara massal dalam tiga sumur tua yang terletak di Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring, Banyuwangi pada 18 Oktober 1965. Di sana terdapat Monumen Lubang Buaya yang jadi saksi bisu kekejaman PKI yang membantai 62 pemuda ansor dengan cara licik dan sadis.
Tragedi berdarah itu juga diabadikan dalam bentuk patung Garuda Pancasila. Di samping patung tersebut disematkan relief peristiwa pembunuhan keji terhadap 62 pemuda ansor dalam peristiwa G30S/PKI.
"Monumen ini untuk mengingatkan kita akan kekejaman yang dilakukan oleh PKI. 62 Pemuda Ansor dibantai secara masal oleh kebiadaban PKI dengan cara licik dan sadis," kata Sekretaris MWC NU Kecamatan Cluring Iskandar kepada wartawan, Kamis (30/9/2021).
Untuk mengenang puluhan pemuda Ansor yang dibunuh secara kejam itu, setiap tanggal 30 September dan 1 Oktober rutin digelar ziarah dan doa bersama di Monumen Lubang Buaya tersebut.
"MWC NU bersama pemerintah Desa Cluring, Babinsa, Bhabinkamtibmas, beserta Pemuda Ansor dan Banser hari ini melakukan ziarah dan tabur bunga, sekaligus mendoakan para korban kebiadaban PKI," kata Iskandar.
Peristiwa berdarah ini, kata Iskandar, haruslah menjadi pembelajaran bagi bangsa Indonesia, bahwa segala dinamika perpolitikan tidak boleh diselesaikan dengan kontak fisik yang bisa menimbulkan pertumpahan darah sesama anak bangsa.
"Terlepas dari siapa yang benar dan salah, tragedi ini merupakan sejarah kelam yang mengakibatkan banyak anak bangsa yang kehilangan nyawanya. Kita juga belum bisa memastikan kebenaran terkait adanya konspirasi dibalik peristiwa tersebut," kata Iskandar.
"Untuk itu, kita tidak ingin peristiwa itu dikenang sebagai sentimentil terhadap kelompok tertentu, karena rekonsiliasi sudah dilakukan. Ini harus jadi pembelajaran, apapun yang terjadi dinamika politik di Indonesia harus diselesaikan dengan baik, tanpa harus kontak fisik," tutup Iskandar. (iwd/iwd)