Toko Buku Peneleh dibangun pada tahun 1880an. Toko ini berseberangan sekitar 10 meter dari Rumah Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Saat detikcom datang, pintu Toko Buku Peneleh ditutup atau tidak terbuka lebar. Namun karyawan toko, Muhammad bergegas membukakan pintu tersebut.
Ia menceritakan kondisi toko buku milik Abdul Latif Zein tersebut. Abdul Latif merupakan salah satu orang di balik berkembangnya Muhammadiyah di Kota Pahlawan. Saat pandemi COVID-19 maupun sebelum pandemi, toko buku ini memang sepi pengunjung.
"Setiap harinya ndak ada orang, ndak ada pengunjung. Sudah lama sepinya, banyak orang-orang Muhammadiyah sendiri tidak mengerti toko ini, yang mana ini sejarah dari Muhammadiyah juga," kata Muhammad kepada detikcom, Sabtu (11/9/2021).
"Toko ini tidak terpengaruh dengan PPKM, daring atau apa. Memang buku-buku di sini banyak mengenai fiqih, tanya jawab agama. Pelajaran ndak ada," ujarnya.
Tak hanya menjual buku-buku mengenai syariat Islam, tetapi juga majalah hingga bendera Muhammadiyah. Yang datang membeli buku jarang.
"Yang membeli itu hanya butuh bendera, taplak, kain baju, dan majalah. Jarang sekali untuk beli buku, ada pun untuk kepentingan organisasi," ceritanya.
"Habis ke HOS Tjokro kerap kali mampir ke sini, tapi tidak semua ke sini. Hanya wisatawan asing maupun lokal yang hanya ingin tanya-tanya pas ke sini. Kita hanya punya dokumen Pak Karno. Itu saja saat berkunjung ke sini tahun 1956," jelasnya.
Baca juga: Buku-Buku yang Segera Hilang dari Sejarah |
Pihaknya hanya menjalankan wasiat orang tua, jangan sampai Toko Buku Peneleh ini dijual atau tutup. Toko buku ini buka setiap Hari Senin-Sabtu pukul 08.00-16.00 WIB.
"Sekarang sudah generasi ketiga yang meneruskan. Alhamdulillah sampai sekarang masih ada orang yang mencari, meskipun ga banyak," tutupnya.