Wacana Amandemen, Peneliti Unair: Sudah Terdengar Sejak 2017

Wacana Amandemen, Peneliti Unair: Sudah Terdengar Sejak 2017

Amir Baihaqi - detikNews
Jumat, 03 Sep 2021 08:47 WIB
Presiden Jokowi dalam sambutan acara Dies Natalis ke-58 ITB, Rabu (1/9/2021)
Foto: Kristina/detikEdu
Surabaya - Wacana amandemen UUD 1945 terus bergulir dan merembet ke isu perpanjangan masa jabatan presiden. Peneliti Center of Human Rights Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Unair, Herlambang P. Wiratraman mengaku tak terkejut dengan wacana itu.

"Itu bukan hal yang mengejutkan ya. Karena sistem politik hari ini memang semakin memperlihatkan relasi kekuasaan yang kartel. Jadi istilahnya cartelized political system," kata Herlambang saat berbincang dengan detikcom, Jumat (3/9/2021).

"Nah, saya sudah menandai situasi memburuknya situasi negara hukum. Bahkan saya sudah presentasi di 2018 di kuliah umum di Belanda, Universitas Leiden. Waktu itu topik yang saya sampaikan Collapse of Negara Hukum Indonesia," imbuhnya.

Menurut Herlambang, wacana amandemen sebenarnya sudah terdengar sejak tahun 2017. Namun waktu itu masih samar karena masih menunggu kepastian Jokowi menjabat lagi di periode kedua.

"Gagasan untuk amandemen sebenarnya sudah terdengar sejak 2017. Waktu itu kan masih samar-samar karena wait and see. Karena kaitannya dengan periode kedua Jokowi. Tapi begitu Jokowi naik di periode kedua, yang samar-samar ini mengemuka, semakin terbuka," jelasnya.

Baca juga: Beragam Tanggapan Tokoh Parpol di Jatim Soal Isu Amandemen

Wacana amandemen atau memundurkan pemilu, terang Herlambang, juga dinilai bukan sebagai aspirasi politik masyarakat. Namun lebih pada kepentingan politik oligarki.

"Amandemen dengan periode ketiga atau rencana memundurkan pemilu ini sebenarnya perbincangan yang bukan dari dasar aspirasi politik warga. Sama sekali bukan," terang dosen Hukum Tata Negara itu.

"Saya lebih melihat ini adalah oligarch friendly policy adalah kebijakan-kebijakan yang ramah pada kepentingan oligarki. Jadi suara rakyat bukan, dampak pandemi bukan. Ini lebih pada konsensus pada pandemi. Untuk memperpanjang (jabatan) bagi Jokowi," tambahnya.

Herlambang juga menyinggung pernyataan Jokowi yang menolak masa jabatan presiden 3 periode. Menurutnya pernyataan itu tidak bisa dipegang.

"Itu kan bahasa politisi. Tegas berantas korupsi tapi KPK-nya semakin hancur. Kira-kira begitu lah. Bahasa politisi ya gak bisa dipegang. Saya lebih membaca sistem daripada individual," tuturnya.

"Jokowi mungkin akan mengatakan tidak, tapi oligarki yang akan mendorong-dorong. Jadi saya lebih melihat kepentingan oligarkinya yang dipertahankan. Sistem oligarki. Jadi siapa yang bisa merawat sistem oligarki itu yang saya lihat orang ini akan mendorong amandemen," tandas Herlambang.

(fat/fat)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.