Dalam setahun, KPK telah melakukan OTT dua kepala daerah di Jatim. Penangkapan dua bupati ini memiliki kesamaan kasus yakni jual beli jabatan kepala desa dan barang bukti yang bernilai 'kecil', hanya ratusan juta.
Pengamat politik asal Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdus Salam mengatakan masih banyak pejabat publik yang tergoda jual beli kekuasaan. Hal ini terjadi akibat kurangnya kesadaran untuk lebih banyak mengabdi ke masyarakat.
"Pemahaman pejabat publik kita untuk selesai dengan urusan sendiri dan bisa move on sebagai pengabdi publik terasa masih jauh dari harapan. Belum ada kesadaran ke arah itu untuk menjaga ruang pengabdian publik dan masih mudah untuk tergoda dengan jual beli kekuasaan," kata Surokim saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (31/8/2021).
Pria yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo Madura ini, menambahkan pejabat publik juga belum memiliki kesadaran untuk menjaga kehormatan jabatannya.
"Menurut saya kesadaran pejabat publik kita untuk mulia dan menjaga kehormatan atas amanah jabatan publik itu masih minimalis, lips service dan belum sampai pada tahap aksi untuk bisa memuliakan dan menjaga kehormatan jabatan," papar Surokim.
Akibatnya, banyak pertahanan pejabat yang 'jebol' dan melakukan praktik korupsi hingga KKN untuk memperkaya diri sendiri.
"Sehingga masih mudah tergoda menggunakan jabatan itu untuk memperkaya materi dan dan memupuk kekayaaan sendiri dan keluarga serta kroninya," jelas peneliti senior di Surabaya Survey Center (SSC) ini.
"Situasi ini jelas menyedihkan kita semua bahwa etika jabatan masih belum terinternalisasi dalam sanubari pejabat publik kita dan situasi ini menunjukkan bahwa pejabat publik kita masih banyak yang belum bisa lulus ujian kehormatan sehingga jebol lah pertahanan untuk memuliakan dan menjaga kehormatan jabatan publik itu," tambahnya.
Surokim juga menyayangkan meskipun ada kasus serupa, misalnya Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat yang sebelumnya ditangkap KPK dengan kasus yang sama. Namun, hal ini tidak dijadikan pelajaran bagi Bupati Probolinggo, Tantri.
"Adanya KPK dan juga banyak peristiwa tangkap tangan, toh juga belum bisa menjadi refleksi bagi para pejabat publik kita. Sungguh menyedihkan," pungkasnya.
Sebelumnya pada Senin (10/5/2021) KPK bekerjasama dengan Bareskrim Mabes Polri melakukan OTT pada Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Novi ditangkap dalam kasus jual beli jabatan kepala desa.
Dari penangkapan tersebut, penyidik menyita uang Rp 647 juta lebih dari brankas di rumah Novi. Kini, Novi telah ditetapkan tersangka dan kasusnya tengah ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri.
Kasus Bupati Nganjuk kurang lebih sama seperti kasus Bupati Probolinggo yang ditangkap pada Senin (30/8/2021) sekitar pukul 02.00 WIB. Pada jam itu KPK melakukan OTT pada Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya yang seorang Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, Hasan Aminuddin di kediaman pribadinya.
Penangkapan Tantri, sapaan akrab Bupati Probolinggo, diduga berkaitan dengan jual-beli jabatan kepala desa atau kades. Dalam OTT ini, KPK turut menyita uang ratusan juta rupiah. Informasi yang dihimpun, diduga ada uang sekitar Rp 360 juta yang disita KPK.