Insentif Dokter di Surabaya Mulai Turun Meski Belum 100%

Insentif Dokter di Surabaya Mulai Turun Meski Belum 100%

Esti Widiyana - detikNews
Selasa, 24 Agu 2021 09:05 WIB
Ketua POGI Surabaya, Dr dr Brahmana Askandar SpOG (K)
Ketua IDI Surabaya (Foto: Esti Widiyana/detikcom)
Surabaya - Insentif untuk tenaga kesehatan (Nakes) di Surabaya, khususnya dokter bulan ini mulai turun. Meski begitu, insentif turun secara bertahap, belum turun 100%.

"Insentif para dokter sudah mulai turun sebagian besar di Surabaya, belum 100%. Tetapi, mudah-mudahan dalam 1 bulan ke depan bisa turun (Sepenuhnya)," kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya dr Brahmana Askandar, Selasa (24/8/2021).

Dia mengaku para dokter ada yang harus rela menunggu berbulan-bulan hingga akhirnya insentifnya bisa cair. Bahkan, jelas Brahmana, sebagian dokter menunggu 7 tujuh bulan insentif turun dan baru diberikan bulan Agustus ini.

"Sejak Januari ada, sampai 7 bulan. Baru diberi insentif bulan Agustus," ujarnya.

Dia menjelaskan hingga kini tim dokter mempertahankan kondisi RS agar tetap lengang, tidak ada ada lagi penumpukan di UGD. Situasi lengang ini diupayakan menjadi permanen.

"Jadi longgarnya permanen. Jangan sampai ada serangan kedua, serangan ketiga dan seterusnya," tegasnya.

Menurut dokter spesialis kandungan, sebetulnya mudah mengantisipasi agar tidak ada penularan COVID-19. Sebab penularannya jelas antar manusia. Kalau antar manusia melakukan proteksi diri dengan baik, maka tidak akan ada penularan COVID-19.

"Sebenarnya simpel. Simpel tetapi maksudnya Allah itu dikasih penyakit yang menularnya lewat udara, itu kan pasti ada maksudnya. Ayo sama-sama kita memproteksi. Artinya bisa dicegah kok. Meskipun mulai pergerakan manusia, ekonomi harus berlangsung, ayo. Tetapi dengan protokol kesehatan yang masing-masing aware," jelasnya.

Salah satu mencegah diri dari penularan COVID-19, tambah dia, dengan vaksinasi. Namun, bila sudah vaksin bukan berarti kebal COVID-19, tujuan vaksin untuk memproteksi diri.

"Satu yang penting dengan vaksinasi itu, bahwa vaksinasi itu jangan diartikan 'saya kebal, saya tidak perlu protokol kesehatan lagi' total salah. Kalau demikian pemahamannya, maka COVID-19 bisa naik lagi. Vaksin itu bukan berarti kebal COVID-19," pungkasnya. (fat/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.