Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) M Atoillah Isfandi mengatakan hasil evaluasi PPKM darurat. Pertama, penurunan mobilitas warga khususnya di Pulau Jawa tidak sampai 20 persen.
"Paling tinggi itu, satu daerah turun 20 persen. Artinya masih bebas mobilitas (warga), khususnya di tempat kerja kayak pabrik. Pergerakan masyarakat saat ini, mobile tapi tidak ke kantor, juga tidak di rumah. Itu trend pergerakan dari google mobility, maupun satelit NSA dari Amerika yang memotret intensitas cahaya pada malam hari. Sampai saat ini, PPKM belum efektif menurunkan mobilitas masyarakat," terangnya.
Evaluasi kedua, lanjut Atoillah, terkait pelaporan real time angka kematian. Saat ini, kasus kematian masih diinput secara manual. Meski begitu, ada hal positif yang dihasilkan dari diterapkannya PPKM darurat. Yakni, testing yang mulai meningkat, dan transparasi laporan data harian.
"Testing saat ini mulai tinggi, dan transparansi real time laporan kasus setiap hari. Kita usulkan, untuk pelaporan kasus yang dilaporkan auto input dari laboratorium, makannya sekarang kita lihat angkanya melonjak. Mungkin sebelumnya (kasusnya) ya begini," terangnya.
Menurut Atoilah, kenaikan kasus saat ini, bukan hasil dari PPKM darurat. Ia menyebut, hasil PPKM darurat terkait laporan penyebaran kasus, baru akan bisa dilihat 1 bulan lagi.
Atoillah menyarankan, pemerintah mengajak warga bersama untuk mengedukasi bersama. Agar, seluruh warga bisa bersama memaksimalkan PPKM darurat.
"Jadi kalau PPKM darurat diperpanjang, pemerintah harus mengajak warga bersama, edukasi. Selain itu, juga harus lebih tegas, agar efektif," ungkapnya.
Atoillah mengatakan dirinya belum melihat adanya potensi PPKM darurat diperpanjang. Tapi, dirinya menyarankan PPKM darurat lebih diperketat.
"Katanya hoaks (perpanjangan PPKM), tadi saya rapat dengan Pak Luhut, dan beliau tidak berkata apa-apa (soal perpanjangan). Tapi dari evaluasi, tujuannya kan pengendalian mobilitas, setelah terkendali, baru penurunan kasus (COVID-19). Kalau diperpanjang, PPKM darurat lebih dikuatkan, kemudian pelibatan masyarakat menyentuh ke dua hal, edukasi, dan memutus miss informasi yang salah di masyarakat," kata Atoillah.
"Secara teori itu, lockdown the only way, but impossible to do. Tapi jelas pemerintah tidak mampu, ini perlu ongkos, sumber daya manusia yang dialokasikan. Secara geografis luas, negara juga padat. Kalau bilang Singapura gampang, karena luasnya hanya 1/5 Madura. Lockdown se-Jawa saja, effortnya luar biasa. At least, pembatasan (PPKM darurat) saat ini lebih tegas, dan edukasi ke masyarakat harus kenceng, agar tidak ada distorsi-distorsi, yang dampaknya luar biasa," pungkasnya. (iwd/iwd)