Kondisi RS yang menangani pasien COVID-19 saat ini dalam kondisi dinamis, khususnya di IGD. Dari pantauan detikcom, sebanyak 14 IGD RS di Surabaya kewalahan menangani pasien COVID-19. Sehingga dilakukan penutupan sementara.
Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jatim, dr Dodo Anondo mengatakan, jika penutupan belasan IGD di RS Surabaya sifatnya situasional dan dinamis.
"Jadi yang IGD tidak tutup (tidak lagi menerima pasien), tutup situasional, atau tutup secara dinamis. Kenapa IGD ditutup secara dinamis atau situasional? Pertama, nakes banyak terpapar di RS tersebut," kata Dodo saat dihubungi detikcom, Selasa (6/7/2021).
Dodo mencontoh RSIS A Yani, nakes yang terpapar lebih dari 50 orang. Kemudian pasien membludak di IGD, dari 101 bed keterisiannya sudah 100%, tak tersisa satu pun tempat tidur (TT).
Jika pasien di IGD menumpuk, maka terjadi stagnan dan pasien tidak bisa masuk. Untuk bisa masuk, perlu menunggu pasien dari ruang isolasi sembuh dan diperbolehkan pulang, lalu pasien dari IGD bisa masuk dan bisa melayani pasien kembali di IGD.
"Sambil nunggu, kita tutup sementara, jadi model dakon congklak, ngisi yang bolong atau kosong (Seperti model permainan dakon, mengisi yang kosong). Semua RS kalau IGD sudah lancar akan langsung dibuka lagi. Contoh, di RSIS A Yani, kita mulai dinyatakan tertutup ditulisi penuh, ditutup Jumat (2/7) Sore, Sabtu (3/7) malam ada kasus, orang ini saturasinya sudah rendah sekali. Sudah 89. Ini kan kasihan, ya kita layani, sebagian dari IGD kita masukkan ruang isolasi khusus. Ini sistemnya dakon seperti itu," jelasnya.
Dodo yang juga Dirut RSIS A Yani ini mengatakan prinsip RS se-Jatim tetap semangat membantu masyarakat dalam kasus pandemi COVID-19 ini. RS sudah berusaha total dan bersemangat tinggi.
"Tapi kalau sudah penuh, ya mau ditaruh mana, kita kan harus manusiawi juga. Ya diharapkan ke RS lain yang lebih besar, lebih bisa menerima dan sebagainya," ujarnya.
Alasan kedua kenapa dinamis, lanjut Dodo, yakni RS tetap menerima pasien yang berat sekali dan membutuhkan pertolongan tetap diterima. "Bukan ditolak. Diterima sebatas kemampuan kita. Misalnya butuh O2 ada tabung kita siapkan," kata dia.
"Kenapa ditutup dinamis? Karena tenaganya. Misal pasien datang 30, tenaga 2, berat (Pasien), nggak mungkin bisa menangani. Jadi tujuan RS-RS, itu kebijakan pada RS, tapi tetap bisa melayani ke masyarakat," tambahnya.
RS, jelas dia, mengatur sistem tersebut, karena RS juga harus mempertahankan nakesnya. Jika nakes banyak yang terpapar, SDM menipis, maka dilakukan lockdown dengan sistem dinamis atau situasional.
"Kita jangan mengatakan bahwa tutup (tidak menerima pasien sama sekali), belum. Ini tanda-tanda RS itu kewalahan. Ini baru dirapatkan bagaimana mengatasinya. Salah satunya dengan model buka tutup, dan kita mencari relawan di masing-masing RS," pungkasnya.