"Masuknya varian baru dan melonjaknya kembali kasus pandemi yang lebih ganas dalam penularan menunjukan kebijakan publik Pemprov Jatim tidak sinergi dengan pemerintah pusat dan pemerintah kota/kabupaten. Contoh yang nyata adalah kasus di Suramadu," kata pengamat kebijakan publik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Andri Arianto saat dihubungi detikcom, Rabu (23/6/2021).
Andri mengatakan dalam kasus titik penyekatan seperti yang terjadi di Jembatan Suramadu sisi Surabaya, justru menimbulkan kegaduhan dan pro kontra akibat syarat tes swab antigen. Baginya, seharusnya hal itu tidak perlu terjadi jika pemerintah melakukan komunikasi yang baik.
Pemprov Jatim, lanjut Andri, seharusnya bisa melakukan komunikasi antara Pemkot Surabaya, Pemkab Bangkalan, dan masyarakat Madura, dan tidak bisa berjalan sendiri hanya dengan membuat Rumah Sakit Lapangan di Bangkalan. Pemprov harus intens melakukan komunikasi dengan Pemkab Bangkalan serta menggandeng tokoh agama serta tokoh masyarakat untuk menyosialisasikan bahayanya COVID-19 varian baru ini.
"Pemprov Jatim dan Pemkab Bangkalan seharusnyas sudah memahami sosiologis orang Madura itu seperti apa. Libatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, klebun, dan orang yang dituakan untuk menyosialisasikan COVID-19 dan penyekatan Suramadu. Sentuh hatinya warga Madura, agar tidak terjadi gesekan dan ketidaksalahpahaman ini," ujar Andri.
Menurut Andri, selama ini terkesan masyarakat hanya menjadi obyek atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Seharusnya masyarakat juga dilibatkan dalam kebijakan pemerintah agar tidak ada salah paham.
"Wajar jika Pemkot Surabaya langsung bergerak cepat dalam merespons munculnya varian alpha, beta, dan delta yang salah satunya ada di Bangkalan, dengan membuat penyekatan kendaraan yang akan masuk Kota Surabaya. Hal itu memang seharusnya dilakukan Pemkot Surabaya karena sebagai tetangga langsung dengan Bangkalan," jelas Andri.
Pada fakta di lapangan, kata Andri,pos penyekatan tersebut justru menjadi sasaran pengrusakan hingga beberapa warga dari Madura menggelar demonstrasi di Balai Kota Surabaya, karena dianggap titik penyekatan tersebut adalah kebijakan Pemkot Surabaya, meski sebenarnya penyekatan itu juga atas arahan Gubernur Jatim.
"Ini membuktikan bahwa selama ini tidak pernah ada semacam forum yang berkelanjutan untuk bersama daerah yang seharusnya dilakukan oleh Pemprov Jatim untuk kebijakan publik lintas daerah," lanjut Andri.
Pemerintah pusat melalui Satgas Penanganan COVID-19, kata Andri, telah menetapkan target pada 17 Agustus 2021, Indonesia dapat mengendalikan pandemi COVID-19. Diharapkan pengendalian COVID-19 inj dapat dicapai dengan kebijakan pemerintah yang tepat dan kepatuhan masyarakat.
Kerja sama antar pemerintah daerah juga sangat diperlukan dalam menangani pandemi. Selain itu, partisipasi masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, serta menaati aturan-aturan PPKM skala mikro.
"Semoga menjadi perhatian kita semua sebagai warga masyarakat dan kepala daerah, khususnya bagi Gubernur Jatim untuk tidak lemah dalam berkoordinasi dan berkomunikasi sehingga tidak menjadikan masalah ini semakin besar," pungkas Andri.
Lihat Video: Heboh Video Massa Lempar Petasan ke Pos Penyekatan Suramadu
(iwd/iwd)