Tercatat di BMKG, tsunami Banyuwangi 1994 tersebut dipicu gempa tektonik bermagnitudo 7,8 di Samudera Hindia. Dengan kedalaman yang cukup dangkal, yakni 18 KM di bawah laut. Tsunami tersebut menyapu sejumlah pemukiman di beberapa pantai. Seperti Pantai Rajegwesi, Pancer, Pulau Merah, Lampon dan Pantai Grajagan. Hunian penduduk, toko dan kapal-kapal nelayan yang bersandar hancur bersisa puing-puing saja.
Meski sudah seperempat abad berlalu, namun nestapa itu masih tersimpan kuat di ingatan mereka yang berhasil selamat. Sebab itu pula, tugu peringatan tsunami Banyuwangi 1994 didirikan di Dusun Pancer Desa Sumberagung.
Mulyono (70), salah satu saksi mata tsunami menyapu Pantai Pancer mengaku masih mengingat betul gelombang tinggi menghancurkan dusunnya. Niatan berangkat mencari ikan batal dilakukan, karena gelombang tinggi menyapu wilayah Selatan Jawa ini.
"Masih ingat, saat itu saya akan melaut. Setelah membeli solar saya mau berangkat. Tapi tiba-tiba air di laut kok surut. Akhirnya pulang ke rumah," ujarnya kepada detikcom, Kamis (3/6/2021).
Saat itu dia merasakan hawa yang cukup aneh. Dari arah laut selatan, air laut cukup tenang dan tidak banyak ombak yang tercipta. Padahal malam itu bulan tidak dalam kondisi purnama, di mana semestinya laut dan cuaca sedang bagus-bagusnya untuk mencari ikan.
"Apa ya, senyap pokoknya. Angin juga nggak ada. Anehnya banyak burung-burung itu terbang, biasanya kan kalau malam nggak ada ya. Lha itu banyak," terang pria asal Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi ini.
Tak berselang lama, dirinya mendengar suara gemuruh disertai angin kencang yang berhembus.
(fat/fat)