"Sama seperti yang kemarin itu, tanggal 10 April di Malang, sama. Karena tumbukan lempeng. Cuman sekarang jaraknya lebih dekat ke pantai, terus kedalamannya lebih dalam sedikit. Sekarang itu intraslab. Skalanya sudah dikoreksi, menjadi 5,9 jadi lebih kecil," kata Amien saat dihubungi detikcom, Jumat (21/5/202).
Menurutnya, gempa ini terjadi sebagai konsekuensi Indonesia yang ditumbuk oleh 3 lempeng tektonik. Yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, Lempeng Samudera Hindia yang bergerak ke utara menyusup (subduksi) di bawah dan Lempeng Eurasia (Pulau Jawa).
Baca juga: Ini Penyebab Gempa Blitar M 5,9 |
"Sepanjang batas lempeng yang menyusup ke bawah akan menimbulkan pergeseran dan patahan yang diikuti gempa, yang dikenal dengan gempa subduksi," ujarnya.
Amien menjelaskan, tumbukan lempeng tektonik ini sudah berlangsung jutaan tahun. Lempeng ini juga bergerak dengan kecepatan 3-7 cm per tahun. Akibatnya banyak gempa di kawasan tersebut.
Berdasarkan kedalaman gempa subduksi ada 3. Yaitu gempa megathrust (< 70 km), gempa intraslab (70-300 km) dan gempa dalam (> 300 km). Gempa yang terjadi di Blitar malam ini yaitu intraslab, sama dengan gempa Malang 10 April lalu.
Baca juga: Gempa Blitar M 6,2 Dimutakhirkan Jadi M 5,9 |
"Gempa intraslab yaitu gempa yang terjadi pada lempeng dengan kedalaman menengah atau antara 70-300 km. Kalau melihat gambar, maka hiposenter gempa lebih dekat dengan daratan. Sehingga, getarannya bisa dirasakan banyak orang dan bisa juga merusak banyak rumah kalau magnitudonya besar," jelasnya.
Gempa intraslab ini, lanjut Amien, biasanya disebabkan karena lempeng samudra yang mengalami pecah, retak atau patah. Karakteristik getaran merata dan cenderung sedikit diikuti dengan gempa susulan.
"Ini disebabkan karena lempeng samudra bersifat lebih liat sehingga lebih mudah kembali pada posisi awal. Kalau susulan kan mesti ada, cuman dia lebih kecil (magnitudonya). Lempeng itu kan terus bergerak, dia akan terus menimbulkan pergeseran dan menimbulkan gempa," pungkasnya. (sun/bdh)