Imam duduk lesu di depan bus antar kota dalam propinsi (AKDP), sarananya mencari rezeki. Ekspresi sopir bus ini menggambarkan kondisi dunia transportasi yang sekarat, apalagi sejak diterbitkan transportasi umum dilarang beroperasi saat mudik Lebaran 2021.
Pria 53 tahun ini hanya mampu mendapat hiburan dari HP pintar yang menyajikan banyak gambar. Namun pikirannya melayang, bagaimana dia bisa membawa pulang uang untuk makan keluarganya esok hari, karena dilarang beroperasi saat mudik lebaran.
"Mbak lihat sendiri. Saya nunggu penumpang sudah setengah jam. Belum juga ada yang masuk bus saya. Bisa bawa tiga penumpang dari sini saja, rasanya sudah lega," tutur pria yang tinggal di Kediri ini kepada detikcom, Rabu (28/4/2021).
Sebelum pandemi, bus jurusan Blitar-Kediri-Nganjuk ini selalu sarat penumpang. Berjalan tiga kali pulang-pergi, Imam dan keneknya bisa membawa pulang uang sekitar Rp 250 ribu/hari. Namun sejak pandemi, untuk membawa pulang uang Rp 50 ribu saja harus penuh perjuangan. Awal pandemi, perusahaan yang mempekerjakannya memang memberi bantuan sembako. Namun bantuan dihentikan, karena masa pandemi yang berkepanjangan.
"Lha ini mudik dilarang, bus tidak boleh jalan. Terus kami mau makan apa, tidak bisa goreng kopi buat lebaran. Kalau bikin aturan itu, mbok ya mikir kami orang pinggiran ini," kata sopir bus 'Kawan Kita' agak keras, menirukan istilah tayangan stasiun televisi swasta.
Data yang ditunjukkan Heri Wiyono menambah daftar panjang kritisnya kondisi bisnis transportasi di Blitar. Mandor Bus Bagong ini mengaku, pihaknya bertahan dengan mengatur strategi mencari jam trayek yang durasinya agak panjang.
Dalam kondisi normal, bus trayek Blitar-Pare-Surabaya ini bisa jalan 26 PP. Namun sejak pandemi, hanya 10 PP dengan menurunkan 5 unit bus saja. Beruntungnya, 19 sopir Bagong mau bergantian, tanpa harus memberhentikan mereka dari pekerjaannya.
Simak Video: Suara Miris Pengusaha dan Sopir Bus Atas Larangan Mudik Lebaran
"Kalau dulu penumpang cari bus. Kalau sekarang, bus yang cari penumpang. Kemarin memang perusahaan bilang, kita ikuti aturan, tanggal 6-18 tidak jalan.Tapi itu belum pasti. Semoga saja negara masih memberi kami waktu tetap jalan. Kami tidak ada pekerjaan lain untuk mencari dapat uang. Apalagi mau lebaran," ucapnya.
Sementara Ketua Organda Blitar Raya, Heri Romadhon menilai larangan beroperasinya angkutan menjelang lebaran, bukan kebijakan yang berpihak kepada pengusaha transportasi. Dampak pandemi selama ini, telah membuat bisnis ini hidup segan mati tak mau.
"Sejak pandemi, kami ini megap-megap. Kenapa kami ada yang bertahan, pertama karena usaha ini jiwanya, mungkin warisan orang tua. Kedua, tidak ada usaha lain yang mampu dikerjakan. Momen mudik itu kami nantikan sebagai masa panen. Dengan larangan mudik lebaran, ini sangat memberatkan pengusaha organda dan para sopir tentunya," papar Heri.
Baca juga: Baca Lagi Aturan Mudik 2021 yang Terbaru |
Heri menyadari pemerintah berupaya memutus rantai penyebaran virus Corona dengan membatasi mobilitas aktivitas warga dengan melarang mudik 2021. Namun dia berharap, ada kebijakan afirmatif agar moda transportasi tetap bisa berjalan.
"Ada kebijakan khusus untuk moda transportasi. Kami berharap tetap bisa jalan. Dengan catatan, disiplin menerapkan protokol kesehatan. Jangan berhenti sama sekali. Karena masih ada masyarakat yang membutuhkan," jelasnya.
Heri menilai, bisnis transportasi darat tidak prospektif sama sekali. Pola hidup masyarakat bergeser sejak adanya transportasi online. Dan pandemi, membuat situasi makin sulit karena pendapatan pengusaha anjlok sampai 60 persen.
"Apalagi kalau transportasi umum dilarang jalan, ruginya bisa Rp 50 juta/hari. Hitung saja berapa kerugian kalau tidak jalan dari tanggal 6-18 mendatang," pungkasnya.