Buntut Polemik Kamus Sejarah, Pemerintah Diminta Waspada PNS Radikal Kiri

Buntut Polemik Kamus Sejarah, Pemerintah Diminta Waspada PNS Radikal Kiri

Enggran Eko Budianto - detikNews
Kamis, 22 Apr 2021 12:56 WIB
Cucu KH Hasyim Asyari, M Irfan Yusuf Hasyim mengatakan, pemerintah harus melihat polemik Kamus Sejarah Indonesia sebagai masalah yang serius. Bukan sekadar kesalahan teknis. Pasalnya, alih-alih meniadakan sejumlah tokoh penting dalam sejarah Indonesia, kamus itu justru memuat sejumlah tokoh PKI.
Cucu KH Hasyim Asy'ari, M Irfan Yusuf Hasyim/Foto: Enggran Eko Budianto/detikcom
Jombang -

Keluarga KH Hasyim Asy'ari menilai, munculnya Kamus Sejarah Indonesia yang menuai protes, menjadi salah satu indikasi masuknya paham radikal kiri di pemerintahan. Oleh sebab itu, pemerintah diminta mengawasi para ASN yang terindikasi berpaham radikal tersebut.

Cucu KH Hasyim Asy'ari, M Irfan Yusuf Hasyim mengatakan, pemerintah harus melihat polemik Kamus Sejarah Indonesia sebagai masalah yang serius. Bukan sekadar kesalahan teknis. Pasalnya, alih-alih meniadakan sejumlah tokoh penting dalam sejarah Indonesia, kamus itu justru memuat sejumlah tokoh PKI.

"Mencuatnya buku Kamus Sejarah Indonesia dengan berbagai kontroversi di dalamnya, berbarengan dengan terbitnya PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standard Nasional Pendidikan (SNP), yang meniadakan pendidikan Pancasila dalam pendidikan nasional. Ini masalah substansial, bukan lagi urusan teknis," kata pria yang akrab disapa Gus Irfan dalam rilisnya kepada detikcom, Kamis (22/4/2021).

Putra KH Yusuf Hasyim ini meminta pemerintah melihat persoalan Kamus Sejarah Indonesia, dan terbitnya PP nomor 57 secara komprehensif. Yakni terkait potensi masuknya ASN atau pejabat publik yang berpaham radikal kiri ke dalam pemerintahan.

"Selama ini pemerintah fokus pada ASN atau pejabat publik yang berpaham radikal kanan. Melihat dua kasus tersebut, kami mendorong pemerintah juga fokus kepada ASN atau pejabat publik yang berpaham radikal kiri yang masuk di pemerintahan," terang Gus Irfan.

Ia berpendapat, paham radikal kanan dan paham radikal kiri sama-sama membahayakan keutuhan NKRI. Menurut dia, sejarah perjalanan Bangsa Indonesia telah membuktikan bahayanya dua paham ekstrem tersebut.

"NKRI dibangun dengan landasan sikap moderat (tawasuth), tidak ke kanan juga tidak ke kiri. Radikal kanan dan kiri sama-sama kontra NKRI," tegasnya.

Oleh sebab itu, Gus Irfan mendorong Kementerian PAN RB mengawasi para ASN atau pejabat publik yang terindikasi berpaham radikal kiri. Pengawasan menggunakan pedoman SKB 11 menteri/kepala lembaga tentang Penanganan Radikalisme Dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan Pada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditandatangani November 2019.

Simak juga Video: Nama Hasyim Asy'ari Hilang dari Kamus Sejarah, Nadiem Minta Koreksi

[Gambas:Video 20detik]



"Instrumen hukumnya sudah ada. Yakni SKB 11 menteri/kepala lembaga. Kementerian PAN RB harus telusuri juga ASN atau pejabat publik yang berpaham radikal kiri. Kasus Buku Kamus Bahasa Indonesia dan PP No 57 Tahun 2021 menjadi indikator awal untuk menelusuri lebih lanjut. Inspektorat Jenderal Kemendikbud dapat segera melakukan audit di internal siapa yang melakukan kesalahan ini," jelasnya.

Ia menambahkan, pemerintah harus melakukan tindakan nyata terhadap masalah yang muncul belakangan ini. Menurut dia, penghilangan mata kuliah Pancasila yang diatur dalam Pasal 40 ayat (3) PP Nomor 57 Tahun 2021 dari kurikulum wajib di perguruan tinggi, harus dilihat lebih mendalam. Tidak sekadar kesalahan teknis. Begitu juga penghilangan nama KH Hasyim Asy'ari dalam Kamus Sejarah Indonesia.

"Kami akan mendahulukan tabayun dengan pihak Kemendikbud. Namun, pemerintah harus waspada atas masuknya ASN atau pejabat publik yang berpaham radikal kiri di tubuh pemerintahan," lanjut Gus Irfan.

Kemendikbud telah menarik Kamus Sejarah Indonesia yang menuai banyak protes gara-gara tidak memuat sejarah KH Hasyim Asy'ari, tokoh pendiri NU. Kamus tersebut akan dikoreksi untuk disempurnakan. Tim koreksi bakal melibatkan NU.

Halaman 2 dari 2
(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.