Menanggapi hal itu, Plt Kalaksa BPBD Jatim Yanuar Rachmadi menyatakan, pihaknya terus melakukan program mitigasi bencana. Salah satunya dengan mensosialisasikan ke masyarakat risiko kegempaan yang ada di wilayah mereka.
"Mitigasi bencana terus kita lakukan. Baik itu di daerah yang rawan gempa, tsunami. Sosialisasi ke warga, edukasi, bagaimana safety first," ujar Yanuar di Surabaya, Selasa (13/4/2021).
Yanuar menjelaskan, untuk kawasan Malang yang rawan gempa, BPBD Jatim bersama pemerintah kabupaten, serta relawan saat ini tengah mensosialisasikan bagaimana membuat konstruksi bangunan yang aman. Namun, ada kendala yakni soal biaya yang dibutuhkan masyarakat.
"Ini pengalaman, kalau tinggal di daerah yang punya potensi kerentanan seperti ini, kita yang menyesuaikan. Bukan alam yang menyesuaikan kita. Kalau sudah seperti ini, konstruksi harus diperhatikan. Paling tidak, kalau kita mau mengadopsi teknologi konstruksi Jepang, harganya mahal. Lebih aman ini kondisi rumahnya dari kayu, tidak fatal. Kalau yang rumah biasa, atap ini jangan genteng, harus bahan ringan, asbes tipis, galvalum itu yang sifatnya ringan, konstruksinya ringan," bebernya.
"Kalau warga tahu, di tempatnya dilewati patahan seismik itu, tentu mereka harus harmoni dengan lingkungan. Masyarakat bisa memanfaatkan teknologi early warning system," katanya.
"Kalau di daerah yang sulit sinyal atau pelosok, bisa memakai alat pendeteksi gempa dengan kearifan lokal. Contoh dari Pak Doni kemarin, mungkin bisa memakai tumpukan kaleng, jadi saat gempa terjadi, kaleng itu jatuh, bisa jadi sinyalmen gempa dan warga bisa memiliki waktu untuk menyelamatkan diri," sambungnya.
Sementara untuk daerah yang rawan tsunami, BPBD Jatim telah memasang rambu-rambu evakuasi di titik-titik rawan. Lalu juga pemasangan greenbelt. Dipasangnya greenbelt bisa mengurangi energi tsunami. Greenbelt sendiri sejauh ini sudah ada di daerah Banyuwangi serta Lumajang.
BPBD sendiri telah menyiapkan posko induk di Kabupaten/Kota untuk mengantisipasi terjadinya bencana.
"BPBD Jatim juga terus gencar mensosialisasikan konsep 20. Konsep ini berarti 20 detik setelah gempa, maka seseorang harus segera berlari mencari tempat dengan ketinggian 20 meter dalam waktu 20 menit," pungkas Yanuar.