Harga gabah kering di tingkat petani terus mengalami penurunan. Selain karena panen raya terjadi saat musim penghujan, penurunan harga gabah juga dikarenakan adanya rencana dari pemerintah yang ingin mengimpor beras bersamaan dengan masa panen raya.
Kabid Ketahanan Pangan Dinas Pertanian Banyuwangi Ilham Juanda membenarkan jika rencana impor beras sedikit banyak mempengaruhi psikologi pasar. Saat ini, harga gabah di tingkat petani di kisaran angka Rp 4.000-4.300.
"Jadi memang adanya informasi pemerintah akan impor beras, meski masih wacana karena ini bersamaan dengan panen raya besok, ini mempengaruhi psikologis (pasar) di lapangan," kata Ilham kepada detikcom, Jumat (26/3/2021).
Ilham mengatakan penurunan harga gabah di tingkat petani ini juga diakibatkan masa panen yang berbarengan dengan musim penghujan. Sehingga, produktivitas dan kualitas gabah yang dihasilkan juga menurun.
"Jadi secara kuantitas maupun kualitas panen di musim hujan lebih rendah dibandingkan dengan panen saat musim kemarau. Artinya, penurunan ini tidak semata-mata karena wacana impor beras, tapi juga karena faktor cuaca yang mempengaruhi kualitas gabah. Ini tidak hanya terjadi pada tanaman padi, tapi semua tanaman terdampak akibat hujan," ujarnya.
Terkait penurunan harga gabah ini, Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi sudah melakukan sejumlah langkah. Salah satunya ialah berkoordinasi dan bersinergi dengan Bulog, Badan Ketahanan Pangan (BKP), dan BUMN PT Pertani.
"Kita sudah berkoordinasi agar Bulog, BKP, dan BUMN PT Pertani menyerap gabah petani jika harga gabah di lapangan di bawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah) Rp 4.250 yang telah ditetapkan. Dengan demikian, gabah petani bisa terjual dengan harga yang layak," tegasnya.
Dinas Pertanian, kata Ilham, sebenarnya sudah melakukan sejumlah langkah-langkah untuk meningkatkan mutu gabah hasil panen petani. Khususnya saat musim panen raya yang berbarengan dengan musim penghujan.
Di antaranya, ialah menggelar sekolah lapangan pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT), terkait cara budidaya padi yang baik sehingga menghasilkan gabah yang berkualitas. Baik dari sisi produksinya maupun dari segi kualitasnya.
"Kita sudah banyak melakukan good agriculture practice maupun good handling practice budidaya tanaman padi. Ini agar hasil gabah yang dihasilkan berbobot, randemennya bagus, dan tidak mudah pecah saat digiling," ungkapnya.
Simak juga 'Petani di Purwakarta Tolak Impor Beras':
Tak hanya dari sisi produksi, Dinas Pertanian juga sudah mencanangkan sejumlah program penanganan pascapanen. Di antaranya dengan menyalurkan 65 unit mesin pemanen padi (combine harvester) baik yang berasal dari APBN maupun APBD sejak Tahun 2015.
Pihaknya juga sudah membuat pilot project pengeringan gabah dan RMU (Rice Milling Unit) melalui SP3T atau Sentra pelayanan pertanian padi terpadu di Kecamatan Sempu dan Glenmore.
"Kita juga melakukan penguatan nilai tambah produk melalui pengembangan beras organik dengan sertifikasi organik berkualitas ekspor. Sehingga harga gabah dan beras yang dihasilkan bisa lebih tinggi," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menegaskan, daerahnya selalu surplus beras. Sehingga dia tak ingin beras impor masuk ke kabupaten di ujung timur Pulau Jawa tersebut.
"Banyuwangi tidak perlu impor beras. Di sini selalu surplus, bahkan beras Banyuwangi dikirim ke berbagai daerah. Kemarin sudah saya rapatkan dengan dinas terkait, kita hitung neraca beras, dan jelas bahwa tidak perlu beras impor masuk daerah ini," ujar Ipuk kepada detikcom, Senin (22/3/2021).
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Pangan, pada 2020, Banyuwangi menghasilkann 788.971 ton gabah kering giling (GKG) atau setara 495.079 ton beras. Adapun tingkat konsumsi beras sebesar 165.411 ton. Sehingga pada 2020 terdapat surplus 329.668 ton beras.
Memasuki masa Januari-Maret 2021, data Dinas Pertanian dan Pangan menyebutkan, produksi GKG Banyuwangi sebesar 158.892 ton atau setara 99.705 ton beras. Adapun tingkat konsumsi Januari-Maret 2021 sebesar 41.415 ton, sehingga terdapat surplus 58.290 ton beras.
"Riset kita, konsumsi beras per kapita warga Banyuwangi sekitar 94,47 kilogram per orang per tahun. Jadi kita sudah hitung, tahun 2021 ini kita targetkan produksi sekitar 491.000 ton beras, lalu tingkat konsumsi sekitar 165.000 ton, maka ada surplus 325.000 ton beras. Dengan surplus yang besar, tentu tidak perlu beras impor masuk Banyuwangi," ujar Ipuk.
Bupati Ipuk memaparkan, jangan sampai beras impor masuk ke daerah sentra pangan seperti Banyuwangi, karena bisa berakibat pada turunnya harga gabah petani. "Kalau beras impor masuk, harga gabah petani bisa semakin tertekan. Makanya kami tidak ingin beras impor masuk Banyuwangi," ujarnya.