Wacana presiden 3 periode hingga kini masih menjadi buah bibir di masyarakat. Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Dr Radian Salman SH LLM menyebut ada dua hal yang perlu digarisbawahi terkait wacana tersebut.
Pertama, pemerintah perlu belajar atau bercermin pada sejarah masa lampau. Secara historis, pembatasan jabatan dua periode ditetapkan karena UU sebelumnya secara tegas tidak pernah memberikan batasan periode waktu. Selain itu, dengan berkaca pada hukum alam, menurutnya semakin lama dan semakin besar kekuasaan, maka kekuasaan itu memiliki peluang besar untuk cenderung menyimpang dan absolut.
"Alasan kenapa ada pembatasan masa jabatan, adalah supaya pemerintah bisa memaksimalkan jabatan yang dipegang sebaik mungkin sesuai jatah waktunya. Karena kalau ditanya apakah masa waktu ini cukup atau tidak, pasti jawabannya tidak," kata Radian di Surabaya, Minggu (21/3/2021).
Kemudian yang kedua yakni wacana presiden 3 periode tersebut harus berdasarkan rasionalitas. Bila tidak, maka publik harus mengkritisi lebih lanjut.
"Harus ada alasan terbuka ke publik yang menjelaskan mengapa periode waktu jabatan presiden perlu diperpanjang. Apabila disebutkan alasannya agar kinerja bisa lebih maksimal, justru saat ini harusnya kinerja pemerintah bisa lebih cepat dan efektif karena posisi partai mayoritas ada di pihak pemerintah," ujarnya.
Simak video 'Jokowi: Saya Tidak Berminat Jadi Presiden 3 Periode':
Adapun dampak dan peluang yang akan terjadi jika presiden 3 periode benar-benar disahkan yakni:
1. Dampak amandemen presiden 3 periode
Dampak amandemen tersebut bisa mengakibatkan tujuan ideal pemilu untuk perputaran jabatan. Di mana publik menghendaki sosok pemimpin baru tidak tercapai. Selain itu, amandemen tersebut juga bisa semakin membuat ketidakpercayaan publik terhadap partai atau wakil di parlemen. Karena menganggap semua peraturan yang ditetapkan berdasarkan atas kepentingan tertentu.
Selain itu, dampak lainnya pada amandemen yaitu bisa memunculkan image jika Indonesia kekurangan sosok pemimpin. Secara tidak langsung, wacana itu dianggap telah melanggar prinsip demokrasi, dimana hak seseorang untuk dipilih telah berkurang.
"Banyak sosok di Indonesia yang hak politiknya diciderai dengan ramainya isu ini. Hal ini tentu tidak baik bagi pengembangan leadership calon atau sosok lain yang akan muncul nantinya," jelasnya.
2. Peluang amandemen presiden 3 periode dinilai besar
Terkait kemungkinan disahkannya wacana tersebut, jika melihat pada situasi partai politik saat ini dominan mendukung pemerintah, maka peluang dilakukannya amandemen tersebut sangat besar. Oleh karena itu, Radian menyampaikan harus ada waspada publik yang kritik, diskusi, antitesis, dan lainnya untuk menimbang wacana tersebut.
"Meskipun Presiden Jokowi telah menyatakan tidak berniat untuk melanjutkan tiga periode, akan tetapi pernyataan itu tidak memiliki dampak besar pada ramainnya isu ini. Pasalnya, presiden tidak punya kekuasaan untuk mengubah UU. Kekuasaan itu ada pada MPR," katanya.
Meski begitu, syarat untuk melakukan amandemen periode jabatan presiden harus memenuhi ketentuan tentang aturan perubahan UU yang tertuang pada pasal 37. "Harus ada diskusi panjang tentang siapa yang mengusulkan dan berapa banyak presentase yang menyetujui wacana tersebut," pungkasnya.