Surabaya -
Tepat setahun Corona menyebar di Indonesia. Hingga kini, wabah dari Wuhan ini belum juga berlalu. Lalu, apa suka duka yang dirasakan tenaga kesehatan (nakes) di RS Surabaya selama setahun menghadapi pandemi ini?
Jubir COVID-19 RS Royal Surabaya, dr Dewa Nyoman Sutanaya SH MHKes MARS mengatakan dirinya mengaku lebih banyak mengalami duka. Karena nakes yang ada di RS lah yang berhadapan langsung dengan pasien COVID-19. Sehingga selalu timbul rasa was-was dalam diri.
"Was-was terhadap diri sendiri, was-was terhadap keluarga, setiap hari pulang nggak nyaman, sering ganti baju dan mandi. Di RS pun kita juga was-was bertemu dengan pasien. Kita curiga ini COVID atau bukan. Sehingga kita ujung-ujungnya akhirnya terbiasa dengan pola itu," kata Dewa saat dihubungi detikcom, Selasa (2/3/2021).
Dewa mengatakan di luar profesi sebagai tenaga medis, dirinya juga ingin jalan-jalan, refreshing bersama keluarga besar. Namun rasa khawatir lebih besar dirasakannya.
Rumah Sakit Husada Utama (Foto: Esti Widiyana) |
"Kami-kami yang di bidang kesehatan ini setiap kali keluar dari RS ada rasa was-was. Setiap kumpul dengan keluarga besar ada rasa lebih was-was lagi. Sehingga, di saat orang lain liburan, merayakan event-event tertentu kita sedikit enggaknya iri karena kita masih punya tanggung jawab melayani pasien dan kita nggak mau menularkan ke keluarga besar kita," jelas Dewa.
Dewa mempunyai cerita yang tak terlupakan soal perjuangan nakes menghadapi COVID-19. Salah satu perawat di RS Royal meninggal positif COVID-19. Padahal perawat tersebut dalam keadaaan hamil. Namun kejadian itu tak membuat semangat nakes lemas. Justru kejadian itu makin membuat para nakes semakin solid.
"Karena hal itu, kita langsung bersatu saling menguatkan satu sama lain, terutama teman-teman yang lagi hamil saling menyemangati. Kita sampai bertukar peran, mereka-mereka yang sedang hamil atau promil kita sendirikan, kita rela ganti jadwal untuk merawat pasien COVID. Dengan momen itu solidaritas menjadi meningkat," kata Dewa.
Karena pandemi sudah setahun, Dewa memiliki harapan yang realistis. Yakni program vaksin dapat berjalan dengan baik. Dari yang ia baca, vaksinasi terbukti di negara lain dapat menurunkan kasus COVID-19 cukup signifikan, minimal melandaikan angka kasusnya.
Simak juga video 'Serba-serbi Vaksinasi Gotong Royong untuk Karyawan dan Keluarga':
[Gambas:Video 20detik]
"Kalau misalnya dikatakan harapan yang paling realistis mengharapkan masyarakat untuk sadar 3M atau 5M. Kita melihat sendiri itu agak susah karena agak berbenturan dengan budaya mereka untuk patuh. Sehingga menurut saya yang paling realistis adalah program vaksin berjalan dengan maksimal, optimal, sehingga angkanya menurun. Sekarang yang sudah landai harapannya bisa menuju tren menurun itu yang paling realistis," harapnya.
Nakes di RS Husada Utama (RSHU) Surabaya juga menceritakan suka duka mereka merawat pasien COVID-19. Sebagai garda terdepan, mereka senantiasa berusaha menolong pasien, apa lagi sampai kritis dan akhirnya bisa sembuh dan pulang.
"Itu suatu kebahagiaan yang luar biasa, bisa menolong orang-orang," kata Dirut RSHU dr Didi D Dewanto SpOG.
Didi mengatakan sementara dukanya adalah banyak rekan-rekan nakes di Surabaya yang meninggal usai bertahan melawan COVID-19 pada diri sendiri. Meski tidak ada nakes RSHU yang meninggal terpapar Corona, namun Didi hingga kini tetap mengantisipasi hal tersebut.
"Kami juga bekerja abnormal, karena harus memakai APD yang sangat menyiksa di badan, karena panas, lelah. Dan ada ancaman virus di sekeliling pasien yang kita rawat," ujarnya.
Satu tahun pandemi COVID-19, Didi tentunya berharap agar wabah ini segera berakhir. Sehingga dapat kembali ke kehidupan normal. "Saya berharap masyarakat sehat, sudah terbentuk antibodinya. Sehingga penularan virus ini bisa dihentikan," katanya.
Sementara dokter spesialis paru sekaligus perawat pasien COVID-19 di RS Universitas Airlangga (RS Unair) Surabaya dr Wiwin Is Effendi SpP(K) PhD mengganggap semuanya senang dalam merawat pasien Corona. Sebab, ia yang juga sebagai ilmuwan menganggap virus ini suatu hal yang baru dan belum pernah terjadi pandemi serupa sebelumnya.
"Ini suatu ilmu baru, banyak hal-hal baru yang belum kita ketahui terhadap pandemi itu sendiri. Kalau dukanya pasti saat kehilangan sejawat terutama yang membuat 'nelongso'. Merawat pasien yang datang dalam kondisi berat akhirnya dengan perawatan kemudian dia bisa survive dan bisa membaik. Mencegah dari klaster keluarga. Hal-hal itu yang tidak terlupakan," kata Wiwin.
Sementara untuk insentif yang diterima, ia merasa sudah seimbang dan cukup dengan apa yang dikerjakan. "Terkadang dari RS, insentif itu kebijakan dari pemerintah. Baik dari perawat, dokter juga dapat," ujarnya.
Wiwin juga percaya dan yakin pandemi COVID-19 yang sudah setahun ini akan berakhir. Meski ia sendiri tidak dapat memprediksi kapan akan berakhir.
"Paling tidak cahaya kita bisa lihat terangnya pertama dari vaksin. Dari vaksin itu sesuatu yang sangat banyak manfaatnya. Meskipun satu sisi terkait kejenuhan masyarakat melaksanakan protokol kesehatan, sedikit banyak mulai berkurang. Tapi saya percaya pamdemi ini, saya nggak tahu kapan, tapi saya percaya dan yakin pandemi ini segera berakhir," jelasnya.
Sedangkan psikiater sekaligus nakes yang menangani pasien COVID-19 di RS Unair, dr Brihastami Sawitri menceritakan PR yang ia hadapi adalah pada tingkat kepercayaan orang yang berbeda-beda. Dari sisi psikiater tugasnya adalah untuk memberikan pengertian kepada pasien Corona yang dirawat, dan itu tidak mudah.
"Mulai dari stigma, isolasi dari keluarga, dan sebagainya sering dikonsultasikan ke saya dengan beberapa gangguan penyesuaian. Mulai dari cemas, sulit tidur, mulai nggak semangat, ada gangguan sikomatis sehingga memperberat gejalanya. Itu cukup menyulitkan. Ada beberapa pasien yang lebih sulit, misalnya kurang kooperatif, di awal-awal keluarga memaksa ingin memulangkan, tapi semakin ke sini semakin menyadari," cerita Mya sapaan akrabnya.
"Dukanya lagi, dokter kan juga manusia, kita juga punya keluarga, kalau angka lagi tinggi-tingginya jadi semakin sulit ketemu keluarga. Belum lagi banyak nakes yang positif. Belum lagi kalau punya keluarga yang dirawat, pasien COVID yang dirawat sedang-berat," tambahnya.
Terkait insentifnya sendiri, Mya sangat mensyukurinya dan tercukupi. "Memang kadang-kadang jumlahnya ini mungkin tidak sama, tiap orang punya pendapat yang berbeda," katanya.
Namun, Mya mengatakan pandemi COVID-19 ini mungkin tidak benar-benar hilang. Melainkan mereda. Dengan berjalannya vaksinasi, bukan berarti masyarakat bisa mengendorkan protokol kesehatan. Pandemi akan segera reda jima masyarakat sendiri sadar akan pentingnya menjaga diri sendiri, sekaligus melindungi orang lain.
"Kalau kita melihat sehari-sehari di jalanan mungkin masih banyak yang kurang mematuhi protokol. Saya khawatir juga kadang, apakah benar meskipun vaksin sudah terdistribusi dengan baik apakah masyarakat masih mematuhi protokol atau tidak. Kalau benar-benar selesai (pandemi COVID-19), mungkin belum waktu dekat, karena menurut para ahli membutuhkan waktu cukup lama," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini