Dewan Pendidikan Kota Surabaya Martadi mengatakan dua tahun ini UN tidak memiliki semacam daya cengkram yang kuat. Sebab UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Penghapusan UN dan digantikan dengan assesment nasional ini dirasa lebih tepat.
"Karena assesment tidak hanya akademik, tapi juga terkait survei anak dan lingkungan sekolah. Sehingga dapat menentukan mutu lembaga pendidikan," kata Martadi saat dihubungi detikcom, Senin (8/2/2021).
Martadi juga membandingkan dengan pelaksanaan UN. Jika dulu lembaga mutu pendidikan dibebankan kepada anak, sehingga anak didik merasa dibebani akan hal tersebut. "Itu sesuatu yang tidak bagus untuk anak (Jika UN)," ujarnya.
Assesment nasional pengganti UN ini justru meringankan siswa. Sebab, dari sisi waktu ujian durasinya lebih pendek assesment dibandingkan UN.
Kemudian, lanjut Martadi, pada assesment nasional juga tidak mengujikan mata pelajaran. Di antaranya Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA. Akan tetapi mengujikan aspek literasi dan numerasi.
"Waktu ujian anak-anak lebih diringankan. Dari sisi konten soal-soalnya lebih berat karena terkait soal-soal yang mengarah kepada kemampuan berpikir tinggi. Mulai memahami, menganalisis, mengaplikasikan dan mengevaluasi. Ini yang diujikan. Tapi tidak ujian Bahasa Indonesia, Matematika dan lainnya. Assesment ini menguji literasi dan numerasi," jelasnya.
Ia mengatakan, untuk sekolahnya juga perlu dilihat. Survei sekolah dan lingkungan sebagai penentu mutu sekolah tersebut.
(fat/fat)