Kepala Pusat Studi Kebumian dan Kegempaan Universitas Brawijaya (UB) Profesor Adi Susilo menyatakan, dentuman yang terdengar tak tercatat oleh alat sensor seismik yang dimiliki Stasiun Geofisika Malang, begitu juga BMKG Tretes, Kabupaten Pasuruan.
Dengan begitu, lanjut dia, sumber dentuman diduga kuat berasal dari permukaan tanah. Jika berasal dari bawah tanah, maka akan terekam sensor seismik.
"Setelah kami konfirmasi ke BMKG Tretes dan Stasiun Geofisika Malang, sensor seismik tak merekam adanya anomali. Artinya, sumber dentuman dari permukaan tanah. Karena sensor seismik merekam adanya getaran dibawah permukaan tanah," jelas Adi berbincang dengan detikcom, Rabu (3/2/2021).
Meski menduga kuat sumber dentuman di Malang berasal dari permukaan tanah. Adi belum bisa menyebut secara gamblang aktivitas apa yang terjadi sebenarnya.
"Ini yang perlu dilakukan penelitian lebih jauh terkait aktivitas apa yang terjadi di atas permukaan tanah. Andaikan pengerjaan proyek, tentu akan menimbulkan getaran dalam tanah, begitu juga aktivitas lain," beber Adi.
"Dilihat juga lightning counter tak merekam adanya petir saat dentuman terjadi. Maka, faktor cuaca tidak kuat menjadi penyebabnya. Apalagi, aktifitas gunung berapi yang tentu juga terekam oleh sensor seismik," tuturnya.
Adi menambahkan, fenomena suara dentuman bukan saja didengar di Malang saja, melainkan juga terjadi di beberapa daerah lain. Seperti Surabaya.
"Bukan saja di Malang, Lampung dan beberapa daerah juga terdengar suara dentuman. Apa penyebabnya, masih belum diketahui sampai sekarang," imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Stasiun Geofisika Malang, Ma'muri menegaskan, jika sensor seismik tak merekam adanya anomali saat dentuman menggema di wilayah Malang dan sekitarnya sejak Selasa (2/2/2021) pukul 23.40 WIB.
"Terkait suara dentuman tadi malam di daerah Malang, kami masih mencari tau sumber pastinya, mengingat dari rekaman sensor kami tidak ada anomali," tegasnya terpisah.