Prakirawan BMKG Maritim Fajar Setiawan mengatakan gelombang tinggi ini terjadi akibat adanya bibit siklon tropis dari Australia.
"Bibit siklon tropis 94S di Australia bagian utara memberikan dampak tidak langsung terhadap kondisi tinggi gelombang di Perairan Pulau Sumba, Perairan Kupang hingga Pulau Rotte, Samudra Hindia selatan NTT, Laut Arafuru bagian barat," kata Fajar dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom di Surabaya, Minggu (20/12/2020).
Hal ini, lanjut Fajar, membuat pola angin di wilayah Indonesia bagian selatan umumnya bergerak dari Barat Daya hingga Barat Laut dengan kecepatan 5 sampai 25 knot. Fajar menyebut kecepatan angin tertinggi terpantau di Laut Jawa bagian timur, Laut Flores hingga Samudra Hindia selatan NTT.
"Kondisi ini mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di sekitar wilayah tersebut," imbuhnya.
Selain itu, Fajar mengatakan adanya beberapa hal di atas berdampak pada terjadinya gelombang tinggi di sejumlah perairan Jatim.
Fajar memaparkan tinggi gelombang 1,25 hingga 2,5 meter atau tergolong sedang diprakirakan terjadi di Perairan Kalimantan Tengah bagian timur, Perairan Kepulauan Sapudi, Laut Jawa selatan Bawean, Perairan Kepulauan Kangean, Laut Jawa di sebelah timur Masalembo, Perairan Tuban-Lamongan, Perairan Utara Madura.
"Sementara tinggi gelombang 2,5 hingga 4 meter dapat terjadi di Laut Jawa sebelah utara Bawean, Laut Jawa bagian barat Masalembo, Perairan selatan Jatim dan Samudra Hindia selatan Jatim," imbuhnya.
Untuk itu, Fajar mengimbau masyarakat, terutama warga dan nelayan di pesisir untuk senantiasa meningkatkan kewaspadaannya. Selain ada gelombang tinggi, Fajar mengatakan keberadaan awan cumulonimbus (Cb) yang luas dan gelap bisa menambah kecepatan angin dan tinggi gelombang. (hil/fat)