Seorang anggota dewan salah sebut UU Cipta Kerja dengan UU Cipta Karya, saat menemui mahasiswa berdemo. Karuan saja kekeliruan ini disambut teriakan mahasiswa. Puluhan mahasiswa tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam indonesia (PMII) menggelar aksi penolakan UU Cipta Kerja di depan gedung DPRD Lamongan, Rabu (7/10/2020).
Saat berada di depan gedung DPRD Lamongan, puluhan mahasiswa ini ditemui salah seorang anggota DPRD Lamongan, Abdul Shomad. Sayangnya, kedatangan anggota dewan ini malah memicu teriakan mahasiswa yang berulang kali salah sebut UU Cipta Kerja dengan UU Cipta Karya.
"Coba sebutkan mana Undang-Undang Cipta Karya yang sampean anggap tidak sesuai," kata Shomad yang disambut teriakan dan sorakan mahasiswa.
Karuan saja, kesalahan sebut anggota DPRD Lamongan tersebut memicu kemarahan dan sorakan pengunjukrasa. "Bukan kapasitas saya untuk menjawab tuntutan mahasiswa terkait UU Cipta Karya itu," ungkap Shomad yang juga disambut dengan semakin kerasnya teriakan dan sorakan mahasiswa.
Mahasiswa akhirnya menolak semua apa yang disampaikan Shomad, dan meminta Shomad balik kanan. Shomad juga sempat mengajak mahasiswa untuk masuk ke gedung DPRD Lamongan untuk membahas dan menyuarakan aspirasinya. Ajakan ini tidak direspon massa hingga Shomad kembali masuk ke gedung DPRD.
"Kalau wakil rakyat tidak tahu Undang-Undang Cipta Kerja, bagaimana bisa diajak dialog dan berdiskusi. Inikah kualitas anggota DPRD Lamongan?" kata salah seorang korlap aksi, Ahmad Nasyir Falahuddin.
Massa minta Ketua DPRD atau selain Somad menemuinya. Berulangkali permintaan tersebut disampaikan, namun tidak ada lagi anggota dewan yang menemui massa. Bahkan massa sempat terlibat aksi dorong dengan polisi saat mahasiswa mencoba untuk masuk ke dalam gedung DPRD Lamongan.
"Kami berpendapat UU Cipta Kerja tidak mencerminkan pemerintahan yang baik. Sebab pembentukannya saja sudah main kucing-kucingan dengan rakyat apalagi nantinya saat melaksanakan peraturan tersebut, bisa jadi rakyat akan di akal-akai dengan peraturan tersebut," tambahnya.
PMII Lamongan, tegas Nasyir, juga menuntut agar Presiden tidak menandatangani RUU Cipta Kerja menjadi UU. Maski, secara otomatis bila tidak ditandatangani presiden tetap akan menjadi UU. Mahasiswa kecewa karena DPR dan pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat di tengah pandemi COVID-19 yang justru membuat regulasi yang merugikan buruh dan rakyat.
"DPR dan pemerintah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oigarki dan proses pembantukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan eksklusif," tegasnya.
Usai adu dorong dan orasi di depan gedung DPRD Lamongan, puluhan mahasiswa diperkenankan masuk ke dalam gedung. Ditemui Abdul Shomad di dalam gedung, mahasiswa tetap dengan tuntutannya. Yakni menolak UU Cipta Kerja. Untuk kesekian kalinya, Shomad salah menyebut UU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Karya dan meminta mahasiswa menyampaikan bagian-bagian mana yang dinilai para mahasiswa tidak tepat, agar tetap fokus. Permintaan ini membuat mahasiswa marah dan meninggalkan ruangan hingga aksi bubar tanpa hasil.
Abdul Shomad yang menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD Lamongan ini ketika dikonfirmasi wartawan terkait salah ucap UU Cipta Kerja menjadi Cipta Karya mengaku karena dia selalu ingat dengan usaha percetakan dan pengetikannya bernama Cipta Karya. "Saya teringat usaha percetakan dan pengetikan saya, Cipta Karya," katanya.