Para orang tua siswa SMA dan SMK negeri di Mojokerto mengeluhkan biaya pendidikan tahun ajaran 2020/2021 yang mencapai Rp 3-5 juta per siswa. Terlebih lagi, kondisi perekonomian mereka saat ini belum pulih dari dampak pandemi COVID-19.
Mahalnya biaya pendidikan salah satunya terjadi di SMAN 1 Kota Mojokerto. Sekolah negeri di Jalan Irian Jaya tersebut saat ini mempunyai 930 siswa. Menginjak tahun ajaran baru, setiap siswa kelas 10-12 diminta membayar daftar ulang Rp 835.000.
Ditambah lagi sumbangan partisipasi masyarakat atau sumbangan peningkatan kualitas pendidikan Rp 2.200.000 per siswa. Sumbangan ini bisa dibayar selama 11 bulan mulai Agustus nanti. Yaitu Rp 200.000 per siswa per bulannya. Artinya, setiap orang tua siswa dibebani biaya Rp 3.035.000.
Kondisi ini dikeluhkan para orang tua siswa. Salah satunya HR (45), warga Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto. Terlebih lagi, penghasilannya sebagai konsultan pengawas proyek terhenti karena wabah COVID-19.
Saat ini dia hanya mengandalkan bisnis dagang online untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Padahal ketiga anaknya masih membutuhkan biaya pendidikan. Anak pertamanya kini kelas 12 di SMAN 1 Kota Mojokerto. Sedangkan dua anak lainnya kelas 3 dan 5 sekolah dasar (SD).
"Dari jualan online rata-rata sebulan hasilnya Rp 1,5 juta. Masih kurang untuk makan sehari-hari dan bayar anak sekolah," kata HR kepada detikcom, Rabu (29/7/2020).
HR mengaku keberatan dengan biaya pendidikan yang diterapkan di SMAN 1 Kota Mojokerto. Apalagi, setelah melunasi daftar ulang Rp 835.000 awal tahun ajaran baru lalu, dirinya harus membayar Rp 200.000 mulai bulan depan. Sumbangan partisipasi orang tua siswa itu naik dari tahun lalu Rp 120.000 per bulan.
"Tahun ini katanya sekolah tidak dibayar provinsi (Pemprov Jatim). Kenapa kok sekarang dibebankan ke orang tua siswa. Harusnya ditanggung Pemprov, apalagi situasi pandemi saat ini. Harapannya naiknya sewajarnya saja, tahun lalu 120.000 sekarang malah 200.000," ujarnya.
Tonton video 'Kisah Babinsa di Polman, Bantu Siswa Belajar di Masa Pandemi':
Para orang tua siswa juga mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan di SMAN 2 Kota Mojokerto. Di sekolah ini, setiap siswa dikenakan biaya daftar ulang Rp 900.000. Selama tahun ajaran 2020/2021, mereka juga diminta membayar sumbangan partisipasi masyarakat Rp 1.800.000 per siswa, atau Rp 150.000 per bulan untuk siswa kelas 11 dan 12.
Sedangkan siswa kelas 10 dikenakan Rp 200.000 per bulan atau Rp 2.400.000 setahun. Sekolah negeri di Jalan Raya Ijen, Kota Mojokerto ini mempunyai 1.129 siswa. Setiap orang tua siswa dibebani biaya Rp 2.700.000 sampai Rp 3.300.000. Itu belum termasuk seragam sekolah bagi siswa baru Rp 1.700.000.
"Katanya Gubernur Jatim memberi dana untuk pendidikan, kok ini ada tarikan. Saya tanyakan ke sekolah, katanya itu masih wacana saja. Saya mau bagaimana lagi," ungkap NY, orang tua salah seorang siswa kelas 11 SMAN 2 Kota Mojokerto.
Keberatan yang dilontarkan NY bukan tanpa alasan. Janda warga Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto ini juga harus membiayai anaknya yang baru masuk di SMPN 9 Kota Mojokerto. Sementara penghasilannya dari berdagang online rata-rata hanya Rp 30.000-50.000 per hari.
"Saya tidak sanggup membayar. Harapannya biaya itu dibebaskan," cetusnya.
Hal serupa ternyata juga terjadi di SMK negeri. Salah satu contohnya SMKN 1 Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto. Setiap siswa baru diminta membeli seragam di sekolah yang harganya mencapai Rp 1.880.000. Padahal selama pandemi COVID-19, para siswa diminta belajar di rumah tanpa memakai seragam sekolah.
"Seragam disuruh beli di sekolah. Bayarnya boleh diangsur, tapi kalau belum dapat Rp 1 juta, tidak dikasih kain seragam. Belum lagi nanti ongkos jahitnya. Sampai sekarang belum saya cicil karena belum ada uang," terang UK (36), orang tua salah seorang siswa kelas 10 SMKN 1 Mojoanyar.
Selain seragam, UK juga diminta membayar Rp 100.000 per bulan untuk sekolah anaknya. Uang tersebut Rp 70.000 sebagai tabungan untuk kegiatan sekolah dan Rp 30.000 untuk infaq. Meski tak sebesar SMA negeri, dia mengaku keberatan dengan biaya tersebut. Karena penghasilannya dari membuka warung kopi rata-rata Rp 50.000 per hari.
"Sebenarnya kebaratan karena kondisi Corona seperti ini, tapi bagaimana lagi buat anak saya. Supaya kalau lulus dia bisa bekerja dengan baik," jelas ibu dua anak ini.
Kepala SMAN 1 Kota Mojokerto Imam Wahjudi membenarkan pihaknya menerapkan biaya daftar ulang Rp 835.000 per siswa. Menurut dia, para orang tua siswa bisa mengajukan keringanan jika merasa tidak mampu membayar biaya tersebut.
"Sekitar 15 persen (dari 930 siswa) yang menerima keringanan dan bebas karena tidak mampu," jelasnya.
Dia juga mengaku menarik sumbangan partisipasi dari orang tua siswa. Menurut Imam, setiap siswa diminta membayar Rp 200.000 per bulan selama 11 bulan ke depan. Lagi-lagi dia memberi kesempatan kepada para orang tua yang tidak mampu untuk mengajukan keringanan.
"Karena bantuan Pemprov Jatim diberikan hanya 50 persen. Artinya, hanya cukup sampai Juni. Sehingga Juli kami omong-omongkan kan dengan orang tua siswa. Kami tetap memberikan kelonggaran. Itu bukan harga mati. Bisa mengajukan keringanan, bahkan bebas biaya," ungkapnya.
Kepala SMAN 2 Kota Mojokerto Suyono juga mengaku menarik biaya daftar ulang dan sumbangan partisipasi orang tua siswa. Sehingga setiap siswa dikenakan biaya Rp 2.700.000 sampai Rp 3.300.000 selama tahun ajaran 2020/2021.
Menurut dia, biaya selangit itu terpaksa dia bebankan kepada para orang tua siswa karena dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh kegiatan siswa. Sedangkan bantuan dari Pemprov Jatim sudah dihentikan.
"Kebutuhan ideal supaya sekolah optimal sekitar Rp 4,5-6 juta per tahun per siswa. Dari BOS hanya Rp 1,5 juta per anak per tahun. Beberapa waktu lalu kami dapat dari Pemprov Jatim Rp 95.000 per siswa per bulan. Ternyata sampai Juni, vakum. Sehingga agar kegiatan tetap jalan, kami menyampaikan partisipasi masyarakat," tandasnya.