Sebelumnya di tahun 2015 terjadi erupsi besar Gunung Raung yang disertai dengan gempa tremor dengan amplitudo 29 milimeter hingga 32 milimeter. Erupsi kala itu juga mengakibatkan hujan abu di wilayah Banyuwangi hingga ke daerah yang berjarak 30 km dari Gunung Raung.
"Sesuai pengamatan beberapa tahun, bahaya Gunung Raung meletus hanya debu. Sementara untuk letusan besar dengan gempa ataupun melubernya lava tidak pernah terjadi beberapa kali meletus," ujar Kasbani, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kepada wartawan, Jumat (17/7/2020).
Menurut Kasbani, tidak munculnya lava di Gunung Raung karena luasnya kaldera di Kawah Raung. Kaldera Raung berbentuk ellips dengan ukuran 1.750 x 2.250 meter persegi dengan kedalaman 400-550 meter dari pematang gunung.
"Jadi sangat luas. Luas sekitar 2 kilometer sementara kedalaman sekitar 500 meter. Jika ada letusan dan muncul lava, maka akan jatuh atau hanya berada di dalam kawah. Kaldera besar ini membuat aktivitas latusan hanya berada di dalam (kaldera). Sehingga tidak mungkin keluar ke pemukiman warga. Butuh waktu yang panjang untuk penuh kemudian meluber," tambahnya.
"Selain itu juga kaldera besar Gunung Raung membuat saluran cenderung terbuka. Makanya letusan banyak pun jatuhnya pasti di dalam kaldera. Hanya jika ada asap atau debu pasti akan mengganggu aktivitas masyarakat. Itupun jika tertiup angin," pungkasnya.
Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Gunung Raung dari Level I (Normal) menjadi Level II (Waspada). Dalam tingkat aktivitas Level II (Waspada), PVMBG merekomendasikan agar masyarakat, pengunjung atau wisatawan tidak melakukan aktivitas dalam radius 2 kilometer dari kawah atau puncak.
Peningkatan status ini seiring dengan peningkatan aktivitas gunung setinggi 3332 meter di atas permukaan laut (MDPL) ini.
(iwd/iwd)