Sambil berorasi, massa membawa beberapa poster dengan tulisan beragam. Diantaranya, kembalikan fungsi hutan, hentikan alih fungsi lahan sebagai lahan tebu dan keep your earth smile.
"Jangan rusak hutan kami diganti lahan tebu. Tangkap para pelaku pembalakan liar," teriak orator di hadapan massa, Kamis (16/7/2020).
Selain berorasi, massa juga menggelar aksi teatrikal. Seorang mahasiswi membacakan puisi sementara dua temannya membawa dua lonjor kayu jati yang kondisinya merana. Massa seakan ingin menunjukkan, kondisi alih fungsi lahan membuat bumi menangis.
Mahasiswa juga mengajak warga Bacem Kecamatan bernama Puryani. Sejak enam tahun lalu, Puryani mengaku mengalami beragam bencana alam dampak alih fungdi lahan jati menjadi lahan tebu.
"Jati itu hanya tinggal lima persen. Kami jadi kekurangan air padahal belum masuk musim kering. Kalau musim hujan, desa saya selalu banjir lumpur. Karena bukit di Blitar selatan itu gak ada tanaman yang mengikat tanah dan air," kata Puryani.
Menurut Puryani, proyak normalisasi sungai di Kecamatan Sutojayan hanya membuang uang negara sia-sia. Selama alih fungsi lahan dibiarkan, maka air bercampur lumpur akan kembali memenuhi sungai-sungai di bawahnya.
Aksi ditutup dengan doa, massa berharap Perhutani sebagai pemangku kepentingan dan yang menguasai lahan jati bisa terbuka menerima aksi demo ini. Massa juga mendesak ada pertemuan dengan pimpinan Perhutani untuk merumuskan komitmen melestarikan kelestarian hutan. (fat/fat)