Mahasiswa kembali turun ke jalan demo menuntut transparansi anggaran kampus dan juga keringanan uang kuliah tunggal (UKT). Demo digelar depan Balai Kota Malang.
Para mahasiswa ini tergabung dalam Seruan Aksi Mahasiswa (SERAMA) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya. Selama aksi, mahasiswa melakukan orasi mengkritik kampus yang dinilai kurang terbuka dalam penggunaan anggaran di tengah pandemi.
Sejumlah poster berisi tuntutan ikut melengkapi berjalannya demo, dengan pengawalan aparat kepolisian. Koordinator aksi, Mahmud menilai dunia pendidikan dalam kondisi darurat keadilan.
Mahasiswa tetap harus membayar kewajibannya tanpa ada keringanan. Padahal, ekonomi sedang dalam kondisi sulit karena dampak pandemi.
"Aksi ini digelar merespons sikap universitas yang dinilai tidak peka terhadap kondisi mahasiswa di tengah pandemi COVID-19. Mahasiswa menuntut agar rektorat mengeluarkan kebijakan akibat masa pandemi," kata Mahmud kepada wartawan di sela aksi, Senin (13/7/2020).
Menurut Mahmud, kebijakan yang sudah dikeluarkan dinilai belum maksimal dalam mengakomodir keinginan mahasiswa. Kampus kerap merasa tidak memiliki uang bahkan merasa pengeluarannya sama saja seperti kondisi biasanya.
Padahal, sudah dapat dilihat secara umum, jika fasilitas kampus tak dipergunakan secara maksimal akibat pandemi. "Tetapi biaya UKT tetap, tidak ada keringanan. Hal terpenting sebenarnya kampus bisa transparan dalam laporan seluruh anggaran kerja. Sehingga kami dapat tahu pasti, jika faktanya memang kampus menggunakan seluruh anggaran kerja tersebut," tegas jubir aksi Ragil Ramadhan Adiguna terpisah.
Di sela aksi, para mahasiswa ditemui Wali Kota Malang Sutiaji. Yang didampingi Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Leonardus Simarmata, wakil pimpinan DPRD Kota Malang, serta Kasdim 0833 Kota Malang.
Di hadapan mereka, perwakilan mahasiswa menyerahkan sejumlah tuntutan yang diharapkan dapat diteruskan kepada pemerintah pusat sebagai bentuk dukungan dari aksi mahasiswa.
Yang pertama adanya transparansi dari pihak kampus untuk memberikan laporan keuangan kampus secara terperinci. Kedua, adanya pemotongan UKT atau Biaya kuliah dari kampus. Ketiga, adanya sebuah demokratisasi dalam kampus. Keempat, menuntut kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kota untuk mengevaluasi terkait prosedur adanya bantuan dana hibah dari pemda. Yang terakhir mendesak kepada Kemendikbud dalam mendorong BUMN serta Kemendes untuk memberikan subsidi kuota data maupun penyediaan fasilitas internet untuk keperluan perkuliahan online.
Sutiaji berjanji akan meneruskan aspirasi mahasiswa kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-Pendidikan Dikti.
"Berkaitan dengan UKT jelas bukan otoritas kami, tetapi akan kami kirimkan kepada Dikti dan akan mengawalnya langsung. Karena sudah tugas negara mencerdaskan bangsa," ujar Sutiaji.
Menurut Sutiaji, adanya kebijakan pemerintah pusat tentu dirasakan masyarakat di daerah, khususnya mahasiswa terkait pentingnya keringanan UKT. Pemerintah Kota Malang tengah berupaya memperhatikan keberlangsungan nasib mahasiswa, dengan memberikan dana hibah kepada perguruan tinggi di Kota Malang karena dampak pandemi.
Agar tidak terjadi kesalahan atau pelanggaran hukum, lanjut Sutiaji, Pemkot Malang sudah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Proses validasi data sedang berjalan, karena dana hibah akan diterima perguruan tinggi, bukan langsung kepada mahasiswa," tambah Sutiaji.
Di luar itu, kata Sutiaji, Pemkot Malang sedang memantapkan program smart city dengan penguatan jaringan wifi di lembaga pendidikan. Tujuannya untuk mempermudah akses data di tengah pelaksanaan sekolah daring.
"Sudah ada program smart city, penguatan wifi di sekolah-sekolah sedang dilakukan. Sehingga akses data tidak terkendala dengan berjalannya sekolah daring," pungkas Sutiaji.