Pakar Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi FKM Universitas Airlangga (Unair) Dr dr Windhu Purnomo mengatakan ada beberapa indikator yang membuat kasus kematian di Jatim tinggi. Salah satunya terkait ketersediaan fasilitas kesehatan.
"Mengapa kematian itu terjadi? orang meninggal itu karena ada sesuatu di dalam perawatannya. Kalau orang sakit dirawat dengan baik, kematian bisa dihindarkan. Tetapi kalau orang sakit dirawat tidak optimal dia akan meninggal," kata Windhu saat dihubungi detikcom di Surabaya, Jumat (12/6/2020).
Tingkat kematian hingga jumlah kasus yang tinggi di Jatim disumbang oleh Surabaya. Windhu menyebut hal ini membuat RS di Surabaya kewalahan dalam menerima pasien.
"Jawa Timur itu kan disumbang oleh Surabaya yang cukup besar ada sekitar 55% dari Surabaya. Sebenarnya di Surabaya banyak rumah sakit rujukan tetapi sudah pada penuh dan overload," ungkap Windhu.
"Itu di rumah sakit ada pasien yang sampai tidak bisa dirawat karena terlalu penuh. Bayangkan kalau pasien itu berkondisi klinis sedang sampai berat, tapi tidak di bisa dirawat di rumah sakit. Bagaimana? dia itu tentu risikonya tinggi untuk meninggal," imbuhnya.
Karena keterbatasan dalam penanganan ini, lanjut Windhu, turut menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat kematian di Jatim.
"Yang sudah masuk RS saja sudah saking overloadnya bahkan tidak ditempatkan di tempat yang seharusnya. Kan pasien COVID-19 harus ditempatkan di dalam bed isolasi bertekanan negatif. Kalau dia ndak bisa dirawat karena padatnya pasien dia ndak optimal dan kemungkinan meninggal tinggi. Apa lagi kasus ini cukup membludak terus datang dari penularan di masyarakat," papar Windhu.
Kendati demikian, Windhu menyebut angka kematian tidak bisa dilihat dari data mentah saja. Namun ada Case Fatality Rate yang lebih penting untuk menjadi bahan analisis.
"Kalau dengan DKI memang lebih tinggi. Tetapi kalau dibandingkan dengan provinsi lain belum tentu jadi lebih tinggi, melihatnya kan bukan sekadar angka absolut ya, tapi yang lebih penting adalah case fatality rate, jumlah yang meninggal dibagi jumlah kasus positifnya," jelas Windhu. (hil/iwd)