Menurut Jubir Tim Satgas Corona RS Unair Surabaya, dr Alfian Nur Rasyid SpP, saat ini pihaknya melihat, pasien Corona dengan kondisi berat tidak semuanya survive atau bisa sembuh. Artinya, orang-orang yang memiliki gagal napas, tingkat kematiannya tinggi.
Dari 10 orang dengan kondisi tersebut, ada 7 orang yang meninggal. Atau hanya ada 2 sampai 3 orang yang survive atau sembuh.
"Orang yang survive perlu diperiksa, diambil darahnya tapi belum tentu pasiennya berkenan. Kalau pasien berkenan bisa jadi donor diambil plasmanya bukan darahnya. Kemudian dites apakah darahnya tersebut eligible, yaitu memenuhi kriteria sebagai donor plasma kepada recipient yang lain," jelas Alfian saat dihubungi detikcom, Jumat (5/6/2020).
Recipient merupakan kelompok orang yang sama dengan pasien survive. Artinya, sama-sama pernah melewati kondisi berat. Seperti infeksi berat gagal napas yang menggunakan ventilator.
Alfian menambahkan, data tersebut masih terbatas. Sebab, pendonor sangat minim. Bahkan, ketika mendapatkan 10 pendonor, belum tentu semuanya eligible sebagai pendonor.
"Bisa jadi hanya 2 yang eligible dari 10 dan itu dicocokkan dengan recipient apakah cocok golongan darahnya. Kondisinya juga ndak semudah teori dalam kertas," imbuhnya.
"Dalam pelaksanaan lapangan juga perlu detail dan itu juga masih perlu penelitian out camp dari orang yang mendapatkan hal tersebut perlu," lanjutnya.
Menurutnya, di Indonesia, plasma convalescent diteliti multicenter. RS Unair menjadi salah satu bagian dari rumah sakit yang melakukan penelitian tersebut.
"Jadi kalau saat ini Indonesia belum ada penerapan yang sudah dipublikasikan atau dilakukan secara baik. Artinya secara etisnya oke dari peneliti multicenter itu setahu kami belum ada publikasinya," tambahnya.
Bahkan, lanjut Alfian, tentang yang pernah dipublikasikan beberapa waktu lalu, ia belum tahu apakah sudah etis atau baik secara ilmiah. "Tapi yang ini sedang running. Setahu saya ada delapan center di Indonesia untuk menjalankan penelitian tersebut," pungkasnya.
(sun/bdh)