Waspada, Isolasi Diri karena Pandemi Corona Bisa Picu Cabin Fever

Waspada, Isolasi Diri karena Pandemi Corona Bisa Picu Cabin Fever

Foto: Esti Widiyana - detikNews
Minggu, 31 Mei 2020 08:03 WIB
Psikiater dan spesialis kedokteran jiwa Unair dr Hafid Algristian SpKJ
dr Hafid Algristian SpKJ RS Unair (Foto: Esti Widiyana/detikcom)
Surabaya -

Selama pandemi Corona dan penerapan PSBB membuat semua orang harus membatasi diri dan tidak keluar rumah jika tak penting. Ini untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Namun di sisi lain, masyarakat juga turut dihadapkan pada ancaman kesehatan psikologis akibat isolasi diri atau cabin fever.

Cabin fever atau demam kabin secara sederhana dijelaskan yakni rasa kegelisahan akibat terjebak atau terisolasi dalam waktu lama. Psikiater dan spesialis kedokteran jiwa RS Unair dr Hafid Algristian SpKJ menjelaskan, bahwa cabin fever menjadi fenomena yang berpotensi besar muncul di masa pandemi ini.

"Tidak semua orang mengetahui gejala ini. Tapi saat kalian telah belajar, mungkin beberapa dari kita akan menyadari terdapat gejala cabin fever dalam diri kita," kata Hafid, Minggu (31/5/2020).

Demam cabin ini bukanlah diagnosis atau sindrom. Penyembuhannya bisa dilakukan melalui manajemen stres. Dan gejala cabin fever tidak perlu diberikan obat-obatan.

Gejalanya secara umum muncul saat individu mengalami deprivasi sensorik yang terjadi saat seorang tiba-tiba harus membatasi sosialisasinya. Hal tersebut membuat seseorang mendapat sensor cahaya dan suara yang terbatas. Sehingga kerap kali menimbulkan halusinasi.

"Kita mungkin pernah saat sendirian tiba-tiba teringat memori masa lalu, hingga seakan memori itu berbicara pada kita. Sebenarnya itu bukan hal serius. Tapi kemudian dapat dikategorikan sindroma apabila kita menikmatinya, lalu memori menjadi personifikasi dari karakter yang kita ciptakan sendiri," jelasnya.

Tonton juga 'Cabin Fever, Gangguan yang Timbul karena Terlalu Lama di Rumah':

[Gambas:Video 20detik]

Menurutnya, terdapat 5 gejala umum yang muncul pada penderita cabin fever. Pertama yakni gejala demotivasi. Seseorang yang menderita demotivasi biasanya akan merasa putus asa, kosong, dan kehilangan empati.

"Pada gejala ini ada baiknya kita tidak memberikan motivasi atau masukan positif karena itu akan sulit diterima oleh penderita," ujarnya.

Kedua gejala kognitif, gangguan konsentrasi atau sulit fokus yang membuat seseorang tidak produktif. Ketiga, gejala insomnia-parasomnia yang merupakan gangguan tidur hingga sleep walking.

Keempat, gejala psikomotorik atau gangguan energi. Dapat berupa kelebihan energi yang membuat sensitif maupun kekurangan energi. Gejala kelima adalah gejala otonomik atau gangguan buang air besar atau buang air kecil.

"Karena cabin fever adalah sekumpulan gejala, makanya seseorang harus mengalami beberapa dari gejalanya untuk dapat disebut mengalami cabin fever. Itupun juga harus diikuti riwayat deprivasi sensorik dan pembatasan motorik," paparnya.

Hafid mengatakan, ada pula fenomena panic buying dan abainya masyarakat terhadap kebijakan PSBB. Fenomena tersebut bisa saja merupakan gejala cabin fever. Akan tetapi umumnya hal tersebut dipicu oleh rasa bosan atau 'balas dendam' akibat pembatasan sosial yang terlalu lama.

"Maka dari itu hendaknya kita mengembangkan cara berpikir kreatif, komunikasi, mencari solusi, maupun berbagi informasi dan keberhasilan yang membangun. Sehingga kita nantinya tidak merasa terjebak dan tertekan pada situasi karantina yang masih akan terus berjalan entah sampai kapan," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.