Asosiasi peternak layer Blitar berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Mereka meminta Presiden menangkap pengusaha nakal yang menggelontorkan telur breeding ke pasar basah karena Satgas Pangan dinilai tidak bekerja maksimal.
Beredarnya telur breeding, baik yang infertil (telur tertunas) maupun HE, di pasar membuat harga telur peternak layer anjlok di kisaran Rp 14.500-16.000 per kg. Harga ini jauh dari harga pokok produksi (HPP) sebesar Rp 18 ribu per kg. Kondisi ini terjadi sejak akhir April dan masih berlangsung hingga saat ini.
Ketua Asosiasi Paguyuban Peternak Rakyat (PPR) Sukarman menyatakan mereka merasa berbagai upaya menekan peredaran telur breeding di pasar tak membuahkan hasil. Karena itu, diputuskan berkirim surat kepada Presiden Jokowi untuk memerintahkan Kapolri menindak tegas pengusaha dan penjual telur breeding ini.
"Kami sebenarnya sudah langsung mengkomunikasikan dengan staf Kementan. Tapi mentok di kewenangan penindakan, karena ini bukan ranah mereka. Sampai saya diminta menulis surat ke tiga Kementerian. Jadi kami pikir langsung ke Pak Presiden saja biar beliau yang langsung memerintahkan," kata Sukarman, yang juga Ketua Koperasi Blitar Putra (KPB), kepada detikcom, Kamis (14/5/2020).
Sukarman juga mengaku telah melaporkan masalah ini ke Satgas Pangan. Namun, sampai hampir dua bulan berjalan, dirinya belum mendapat kabar menggembirakan dari laporan yang telah disampaikannya.
Dalam surat no 097/KPB/U/2020, para peternak meminta Presiden memerintahkan Kapolri menindak tegas penjual telur HE dan infertil serta mencabut izin perusahaan yang memproduksinya. Permintaan ini berdasarkan SE Kementan Nomor 2804/PK.420/F/04/2017 tentang Larangan Peredaran Telur Breeding untuk Konsumsi.
Surat untuk Presiden ini juga ditembuskan kepada Menko Ekuin, Mentan, Kasatgas Pangan, Gubernur Jatim, dan Bupati Blitar.