Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr dr Windhu Purnomo MS mengatakan pemberian sanksi kepada pelanggar sudah tepat. Namun masih perlu adanya ketegasan dari para petugas dan pemerintah daerah maupun provinsi.
"Menurut saya sudah mulai ada sanksi, sudah bener. Cuman harus lebih tegas," kata Windhu saat dihubungi detikcom, Senin (4/5/2020).
Seperti toko atau perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan PSBB, kata Windhu, harus ditutup. Jika hanya diimbau dengan ancaman ditutup dirasa tidak ada gunanya.
"Misalnya showroom mobil harus tutup, tapi kalau diimbau ditutup saja tidak ada gunanya. Nggak ada sanksi. Tapi kalau langsung dicabut izin usahanya mereka nggak akan berani," jelasnya.
Sama halnya dengan perkantoran, perusahaan maupun pabrik. Seharusnya pemerintah melakukan ketegasan dengan sanksi bukan imbauan saja.
"Kalau tegas dan ada sanksi pencabutan izin maka akan tutup, sehingga tidak ada karyawan datang untuk bekerja," ujarnya.
Sanksi yang sudah terlihat, kata Windhu, ialah menyuruh push up individu yang masih bandel keluar rumah. Namun menurut Windhu perusahaan lah yang harus diperketat, bukan individu.
"Kalau kantornya tutup dia pasti di rumah. Ketegasan itu yang lebih ditingkatkan meskipun tidak harus pidana. Pidana pun kalau perlu ya nggak papa, tapi tegas, sanksi administratif. Artinya harus lebih tegas, tidak hanya ditegur," urainya.
Selain itu, perlu menuntut masyatakat untuk sadar, patuh protokol, dan tidak keluar rumah. Tapi, jika hanya bersifat imbauan, maka tergantung pada masyarakatnya.
"PSBB itu sudah benar, tapi jangan abal-abal. Tidak ada diskresi kecuali petugas atau cari makan. Semakin banyak orang keluar, semakin banyak yang tertular. Aturan harus dipertegas," pungkasnya. (iwd/iwd)