Banyak cara dan upaya yang dilakukan masyarakat untuk menolak wabah virus Corona. Di antaranya Baritan Pagebluk yang digelar warga Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.
Diterangi cahaya lilin, bacaan panjang doa keselamatan mengalun dalam irama tembang Jawa nan syahdu. Puluhan warga RT 01 RW 02 Desa Kemloko datang satu per satu ke lokasi baritan yang sudah disepakati.
Mengenakan sarung dan berkopiah, masing-masing warga membawa dua takir berisi makanan. Takir merupakan daun pisang dibentuk persegi yang diisi beragam jenis makanan untuk selamatan.
Secara teratur mereka mengambil jarak satu meteran, warga duduk di atas tikar panjang yang digelar di tengah jalan desa. Mereka sepakat harus menggelar selamatan atau baritan ini untuk menangkal penyebaran virus Corona.
Kanafi (62), tokoh masyarakat Kemloko mengatakan, kenduri tolak bala berupa baritan ini sudah biasa dilaksanakan warga. Namun kali ini bertujuan untuk menolak dan mengusir wabah virus Corona.
Asrama Haji Pondok Gede Siapkan Ruang Isolasi Bagi PDP Corona:
"Kenduri atau baritan tolak bala ini sebagai tradisi para pendahulu kita. Tujuannya, agar warga terhindar dari berbagai macam penyakit. Salah satunya harapan kita agar Corona segera diangkat dari muka bumi ini," jelasnya di sela-sela melakukan kenduri, Kamis (9/4) malam.
Setelah semua berkumpul, seorang sesepuh desa mulai memimpin doa. Dengan segala kearifan lokal yang masih terpelihara, doa dibacakan dalam lantunan tembang Jawa dan ditirukan semua warga yang mengikuti baritan. Resonansi lantunan doa itu, seakan bergema merata ke seluruh desa, di bawah cahaya bulan purnama.
Warga desa ini masih percaya, kekuatan doa yang dipanjatkan bersama akan mendatangkan pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa. Karenanya, setiap ada ancaman di depan mata, mereka selalu menggelar Baritan Pagebluk serupa ini.
"Kegiatan baritan ini sudah menjadi tradisi turun temurun di desa ini. Kami sebagai warga yang tinggal di lereng Gunung Kelud mempercayai baritan dan doa bersama dapat mengusir virus Corona," imbuhnya.
Setelah melakukan doa bersama, warga yang hadir langsung menyantap nasi dan lauk pauk yang dibawanya. Ada tradisi saling menukar takir, sehingga warga bisa merasakan hasil masakan warga lainnya. Karena masing-masing membawa dua takir, maka takir yang satu dimakan bersama usai doa. Dan takir satunya dibawa pulang untuk keluarga di rumah.