Potongan pelepah daun kelapa bergambar aneka wujud menyeramkan atau yang biasa disebut tetek melek banyak terpasang teras rumah warga di Tulungagung.
Pemasangan tetek melek warisan nenek moyang itu menjadi simbol dan pengingat warga agar selalu tegar dan waspada terhadap datangnya pagebluk (pandemi), termasuk Coronavirus Disease (COVID-19).
"Kami membuat tetek melek ini sebetulnya adalah untuk simbol, bukan untuk disembah. Tetek atau teteg berarti tangguh, dan melek artinya terjaga atau waspada, sehingga di tengah wabah virus Corona ini kita harus waspada," kata Nur Kholiq, pembuat tetek melek asal Desa Gamping, Kecamatan Campurdarat, Tulungagung, Rabu (8/4/2020).
Sedangkan lukisan yang tergambar merupakan simbolisasi dari marabahaya yang harus diwaspadai, dan pelepah daun kelapa adalah simbol kepasrahan kepada sang pencipta.
"Pelepah ini biasa disebut dengan bongkok dan orang Jawa sering bilang pasrah bongkokan atau berarti berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan disertai usaha," ujarnya.
Ia mengaku, pada zaman dahulu, tetek melek selalu dipasang oleh masyarakat pada saat terjadi wabah penyakit atau marabahaya yang lain.
"Bukan berarti dengan memasang ini akan terbebas dari Corona, tapi ini justru menjadi pengingat agar kita melakukan berbagai upaya, seperti menjaga kebersihan, cuci tangan, dan sebagainya," jelasnya.
Masker Langka, 'BH' pun Jadi Penggantinya:
Nur Kholiq menjelaskan kreativitas membuat seni lukis itu dilakukan oleh sejumlah pemuda di desanya untuk mengisi waktu luang karena saat ini berbagai unit usaha di wilayah Campurdarat lesu akibat terdampak wabah Corona.
"Awalnya itu kami iseng membuat seni lukis, ini karena mendengar cerita orang-orang dahulu yang selalu memasang tetek melek saat pagebluk. Saat itu hanya ada satu warga yang minta tolong, tapi kemudian menjadi banyak," kata Nur Kholiq.
Dengan berbekal pelepah daun kelapa, cat, dan kreativitas, kini kelompok pemuda di Gamping mampu memproduksi seni lukis itu hingga puluhan unit per hari. Hasil produksinya dijual ke beberapa daerah di Tulungagung.
"Peminatnya lumayan banyak, satu hari kami bisa habis 40-60 bongkok. Bahkan Pak Bupati juga minat dan kami diminta memasang di Pendapa Kongas Arum Kusumaning Bangsa," imbuhnya.
![]() |
Satu tetek melek dijual Rp 10-50 ribu, tergantung ukuran dan tingkat kerumitan lukisan yang dibuat. Penjualan tetek melek itu biasanya dilakukan oleh Nur dan kelompoknya dengan berkeliling menggunakan mobil.
"Ini sekaligus melestarikan tradisi nenek moyang," imbuhnya.
Sementara itu, salah seorang warga, Bingah Sundari, mengaku sengaja membeli tetek melek untuk dipasang di depan rumahnya. "Ya kalau orang dulu katanya untuk tolak bala. Kebetulan ini tadi anak saya ini yang rewel minta dibelikan," kata Bingah.