Pengusaha saat ini merasakan keprihatinan yang mendalam atas berlarut-larutnya proses tersebut. Padahal saat ini tarif angkutan penyeberangan di Indonesia telah mengalami ketertinggalan sebesar 30% sd 50% dari biaya operasional.
"Perhitungan itu telah dilakukan secara bersama-sama antara Pemerintah (Kemenhub dan diketahui oleh Kemenko Maritim dan Investasi), Gapasdap dan PT ASDP. Dan sebenarnya pendapatan dari perusahaan angkutan penyeberangan bisa diketahui oleh pemerintah, karena penjualan tiket diatur dan dilaksanakan oleh PT ASDP sehingga semuanya transparan," ujar Sunaryo, Ketua DPD Gapasdap Jawa Timur kepada detikcom, Jumat (20/3/2020).
"Bukan maksud kami memanfaatkan momen mewabahnya virus Corona. Tapi kami sebagai operator kapal minta pemerintah juga peduli dengan kenaikan tarif ini. Sebab kami kesulitan salah satunya adalah menggaji karyawan," tambahnya.
Menurut Sunaryo, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD dan mata uang asing lainnya Pasca mewabahnya corona, menyebabkan kenaikan biaya spare part dan biaya perawatan kapal lainnya karena mayoritas komponen kapal menggunakan barang impor.
"Kenaikan UMR setiap tahun dengan besaran antara 8%-10 %, serta semakin meningkatnya aturan sertifikasi ABK menyebabkan kenaikan biaya SDM. Biaya pengedokan yang setiap tahun mengalami kenaikan.Masih tingginya bunga Bank di sektor maritim, dimana besaran bunganya sama bahkan lebih besar dari sektor komersial lainnya," tambahnya.
Selain itu kata Sunaryo, juga kenaikan biaya PNBP yang naik sekitar 100%-1000% semakin memberatkan pengusaha Iklim angkutan penyeberangan yang tidak Kondusif, karena banyaknya ijin operasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, tanpa melihat jumlah dermaga yang ada.
"Hal ini mengakibatkan utilitas kapal dalam beroperasi dibawah 60% setiap bulannya," pungkasnya.
Sunaryo juga mengutip pernyataan Ketua Bidang Tarif DPP Gapasdap Rakhmatika Ardianto tentang proses perhitungan bersama atas tarif memakan waktu hingga 1,5 tahun, dimana pada era sebelumnya hanya membutuhkan waktu beberapa bulan saja.
"Hal ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengembangkan sektor maritim yang telah dijadikan program oleh pemerintah saat ini. Sedangkan untuk mengurus tarif angkutan online saja hanya dibutuhkan waktu beberapa bulan saja dan menjadi perhatian yang serius dari pemerintah," tambahnya.
Padahal angkutan penyeberangan adalah moda transportasi yang tidak tergantikan. Kata Sunaryo, jika terjadi kegagalan moda tersebut, maka akan terjadi stagnasi ekonomi dan penurunan pertumbuhan ekonomi daerah.
Selama ini di industri penyeberangan telah diregulasi secara ketat oleh pemerintah baik dari sisi tarif, jadwal, demand, peraturan-peraturan, sertifikasi, dll yang mengakibatkan kesulitan dalam mengoperasikan kapal.
"Saat ini sebagian besar pengusaha sudah tidak mampu memberikan gaji kepada karyawannya pada bulan ini dan pemerintah yang bertanggung jawab atas permasalahan tersebut. Pemerintah juga harus bertanggung jawab terhadap keselamatan pelayaran dan kelancaran operasional, karena terjadinya ketidakmampuan perusahaan angkutan penyeberangan," pungkasnya. (fat/fat)