Keduanya bertemu dengan Galih Kusuma pada 2016 saat Galih makan di warung Hadi. Kemudian Galih menceritakan keinginannya mencari mitra dalam investasi sapi perah.
"Tahun 2013 saya belajar bisnis sapi perah di Madiun, Trenggalek, dan Blitar. Ilmu beternak sapi, harga susu, sampai cara menjual ke pabrik dan perhitungan modal. Namun terkendala modal," tutur Galih kepada polisi saat press release, Selasa (3/3/2020).
Galih menambahkan, tak berapa lama, Hadi dan Ari mendapatkan mitra dengan uang Rp 10 juta. Uang dari mitra tersebut digunakan untuk pembukaan rekening, pembuatan akta notaris, serta pembuatan CV Tri Manunggal Jaya.
"Penyebaran informasi melalui media Facebook dan iklan di radio, akhirnya banyak mitra yang bergabung," jelas Galih.
Untuk meyakinkan mitra, Galih membuat dokumen palsu, seperti izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga MoU dengan pabrik susu ternama. Selain itu, kepada mitra ditunjukkan kandang koloni fiktif di Jetis, Ponorogo, dan Rejotangan, Tulungagung.
Pada Oktober 2016 sampai Februari 2017, harga per paket Rp 10 juta. Kemudian Februari hingga November 2017 harga per paket Rp 15 juta. Lalu November 2017 hingga September 2019 harga per paket Rp 17,6 juta. Terakhir September 2019 hingga Februari 2020 harga per paket Rp 19 juta.
Dari hasil penyelidikan polisi, CV TMJ memiliki tujuh cabang, yakni cabang di Riau, Jambi, Palembang, Jawa Tengah, Jawa Barat, NTB, dan Papua.
Data di kepolisian total ada 1.000 mitra yang tercatat dengan uang masuk sekitar Rp 585 miliar.
"Uang dari mitra ternyata tidak cukup untuk pembelian sapi," ujar Galih.
Pengakuan Galih, seluruh uang dari mitra disalurkan ke Hadi sebagai direktur. Uang tersebut selanjutnya dikirim ke cabang untuk diputar kembali.
Sementara itu, pengakuan Ari, salah satu pelaku yang berperan sebagai bendahara, tiap bulan dia hanya mengantongi Rp 4,5 juta. Sedangkan Hadi mengantongi Rp 5 juta.
"Tiap 1 minggu sebanyak 2 kali saya transfer ke rekening Galih Rp 100-125 juta," pungkas Ari. (iwd/iwd)