Dua siswi SMAN 3 Ponorogo membuat biofoam berbahan dasar ampas ketela dan bonggol jagung. Biofoam ini dinilai ramah lingkungan sebab bisa terurai karena terbuat dari bahan alami.
"Styrofoam dapat mencemari lingkungan karena tidak dapat terurai. Kami ingin mengganti sampah styrofoam dengan biofoam," tutur Jananhti Cucu Jayadi (17) kepada detikcom, Senin (2/3/2020).
Jananhti menerangkan, saat ini ia bisa memanfaatkan limbah dari hasil tanaman petani. Terutama bonggol jagung yang mempunyai serat kasar serta ampas ketela yang mengandung pati.
Cara pembuatannya, lanjut Jananhti, pertama membuat adonan dari ampas ketela dan bonggol jagung yang sudah dihaluskan. Kemudian ditambahkan aquades dan PVA, diaduk hingga menjadi adonan. Kemudian dicetak dengan cara thermo pressing.
PVA digunakan untuk meningkatkan nilai densitas. Supaya kuat saat digunakan sebagai wadah makan, serta tidak mudah pecah atau sobek. Selain itu juga agar biofoam ini mudah terurai dan tidak beracun.
"Karena keterbatasan alat, kami mencetak biofoam ini menggunakan wajan biasa," terang Jananhti.
Menurutnya, kelebihan biofoam ini lebih cepat terurai. Selama 14 hari sebanyak 50 persen terdegradasi. Sedangkan styrofoam pada umumnya membutuhkan waktu puluhan tahun.
"Kelebihan biofoam lebih aman digunakan karena tidak mengandung bahan yang bersifat mutagenik maupun karsinogenik. Di lingkungan juga ramah karena mudah terdegradasi," jelas Jananhti.
Selain itu, biofoam ini juga aman jika termakan hewan ternak karena terbuat dari bahan alami. Bahkan biofoam ini kadang dikerubuti semut.
"Kami sempat kesulitan bikin perbandingan yang cocok, ada 12 kali percobaan. Hasil yang paling pas 50:50, ampas ketela dan bonggol jagung," imbuh Jananhti.
Guru pembimbing Siti Nur Waqidah menambahkan, penemuan kedua siswinya tersebut yang diberi nama Eco Friendly Biofoam Palaboja. Mereka meraih juara kedua Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) tingkat nasional di Unmuh Malang.
"Harapannya ini bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, agar mengurangi sampah kimia," pungkas Ida.