Kajian arkeologi terhadap petirtaan suci Majapahit di Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang terganggu pembangunan kolam pemancingan ikan. Kendati begitu, pemilik lahan enggan menghentikan pembangunan kolam pancing dengan sejumlah alasan.
Kolam pancing itu milik pengusaha lokal Desie Retnowardhani, warga Desa Badang, Kecamatan Ngoro, Jombang. Pembangunan kolam pancing di atas lahan pertanian milik Desie dengan luas sekitar 1.400 meter persegi di Dusun Sumberbeji.
Penggaliannya menggunakan ekskavator atau alat berat. Sawah yang digali untuk kolam pancing sekitar 20 x 30 meter persegi. Kolam pancing dibuat dengan kedalaman sekitar 1 meter. Jarak kolam ini hanya sekitar 6 meter di sebelah timur situs petirtaan suci Majapahit.
"Iya benar kolam itu milik saya, mau saya pakai kolam pancing," kata Desie saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (27/2/2020).
Ia nekat membangun kolam pancing di lahan yang berpotensi terdapat situs purbakala karena merasa sudah mendapat lampu hijau dari Kepala Desa Kesamben dan Paguyuban Peduli Budaya Sumberbeji. Desie berpendapat, adanya kolam pancing miliknya akan membuat situs petirtaan suci Majapahit ikut ramai pengunjung.
"Kalau di situ ada kolam pancing kan situs Sumberbeji ikut ramai. Mari dikelola bareng-bareng. Saya ikut meramaikan, tapi sepertinya niatan saya tidak disambut baik orang-orang tertentu," ujarnya.
Desie menampik terdapat 3 bongkahan struktur purbakala yang ditemukan saat penggalian kolam pancing. Menurut dia, bongkahan bata merah kuno itu berasal dari situs petirtaan suci Majapahit.
"Sawah saya kan dipakai buangan tanah ekskavasi dulu yang memamkai ekskavator besar. Saat meratakan tanah saya, ada bongkahan itu. Saya panggil dari petugas BPCB, saya tunjukkan supaya dicuci barang kali berharga. Saya bilang itu bukan kesalahan saya. Karena dari ekskavator besar yang membuang tanah ke lahan saya," ungkapnya.
Meski dinilai menggangu kajian situs petirtaan suci Majapahit, Desie tidak akan menghentikan pembangunan kolam pancing di sawah miliknya. Bahkan, dia menyatakan akan mengoperasikan kolam pancing itu dalam waktu dekat.
"Saya inginnya ada kerjasama yang baik. Kalau ada masalah mari dipecahkan bersama. Tidak seenaknya sendiri," tandasnya.
Kepala Desa Kesamben Wandoko Sungkowo Yudha membenarkan Desie telah pamit kepada dirinya saat akan membangun kolam pancing sekitar 2 pekan yang lalu. Dia lantas melaporkan adanya pembangunan kolam pancing ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang serta Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim.
"Kami laporkan kalau ada penggalian kolam pancing. Dari Dinas Pendidikan Jombang tidak datang. BPCB ada petugas 2 orang yang dari awal nungguin di lokasi untuk mengantisipasi kalau ada temuan baru," jelasnya.
Sebelumnya, Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho menyayangkan adanya aktivitas pembangunan kolam pancing di sisi timur situs petirtaan Majapahit. Pasalnya, kajian arkeologi terhadap situs purbakala itu belum tuntas. Ke depan, pihaknya akan melakukan kajian di lahan sekitar situs yang diduga kuat terdapat bagian situs yang masih terpendam di dalam tanah.
"Rencana kajian kami ke depan ke arah barat situs untuk menemukan saluran air masuk, kami mencari mata air petirtaan. Sisi timur kami mencari saluran pembuangan. Arah utara dan selatan apakah petirtaan Sumberbeji berdiri sendiri atau ada bangunan pendukung lainnya," ungkapnya.
Wicaksono berharap, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang turun tangan menghentikan pembangunan kolam pancing. "Karena adanya aktivitas pembangunan kolam di samping situs berpotensi berada di dalam kompleks situs petirtaan secara lebih besar," tandasnya.
Situs petirtaan suci Majapahit di Dusun Sumberbeji diperkirakan berdiri di area seluas 500 meter persegi. Dua tahap ekskavasi sebelumnya berhasil mengungkap bangunan kolam seluas 20 x 17 meter persegi. Rata-rata ketebalan dinding kolam purba ini mencapai 80 cm. Kedalaman kolam mencapai 2 meter dengan lantai berupa tatanan bata merah kuno.
Petirtaan ini dibangun dan digunakan oleh keluarga raja untuk menyucikan diri. Hanya saja tahun pembangunannya sampai saat ini belum bisa dipastikan. Para arkeolog baru mendapatkan petunjuk berupa temuan pecahan keramik dari Dinasti Yuan dan Song di Tiongkok sekitar abad 10-12 masehi. Kolam kuno ini diprediksi dibangun sejak Kerajaan Kediri dan digunakan sampai masa Majapahit.
Petirtaan Sumberbeji diyakini menjadi bagian dari kota raja. Karena terdapat temuan struktur purbakala di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngoro dan di Dusun Kedaton, Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek. Situs Sugihwaras berupa struktur dari bata merah yang memanjang.
Situs di Dusun Kedaton juga berupa struktur dari susunan bata merah. Bagian yang sudah nampak sepanjang 11 meter. Bangunan ini membentang dari selatan ke utara. Tingginya 1,3 meter atau terdiri dari 25 lapis bata merah. Setiap bata penyusunnya mempunyai dimensi 32 x 18 x 5 cm.
Situs ini berjarak sekitar 100 meter dari situs Sugihwaras. Baik situs Kedaton maupun Sugihwaras diduga sisa-sisa keraton Majapahit dari abad 14 masehi. Kedua bangunan kuno ini berada sekitar 3,8 Km di sebelah utara petirtaan suci Majapahit di Sumberbeji.