"Karena (kunyit) ini bisa jadi peluang untuk dimanfaatkan. Ponorogo bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari tanaman obat ini," ujar Ipong usai melepas ekspor kunyit di Desa Srandil, Kecamatan Jambon Senin (11/2/2020).
Ipong mengatakan pihaknya mendorong Dinas Pertanian untuk menyediakan bibit dan pupuk yang diperlukan para petani agar tertarik menanam kunyit. Ekspor kunyit jadi potensi besar sebab ada banyak lahan pekarangan yang tidak produktif bisa dimanfaatkan.
"Karena kunyit tidak membutuhkan lahan khusus," papar Ipong.
Menurut pengekspor kunyit, Muhamad Sai'in, Ponorogo belum mempunyai cukup banyak kunyit untuk diekspor. Selain Ponorogo, kunyit yang diekspor juga diperoleh dari daerah lain.
"Ada dari Ponorogo, Wonogiri, Pacitan, Nganjuk dan Madiun. Kami kirim dalam bentuk kunyit kering," jelas Sai'in.
Memulai sejak tahun 2017, Sai'in kini bisa mengekspor 2.220 ton kunyit periode 2019 hingga bulan sekarang di tahun 2020.
"Caranya kami cari buyer lewat media sosial baik dari LinkedIn, Alibaba dan lain-lain. Setelah terkumpul kami datangi masing-masing kantornya untuk validasi," tutur Sai'in.
Sai'in menjelaskan setelah mengumpulkan data pembeli dan total permintaan, pihaknya pun mulai mengumpulkan kunyit dari para petani. Menurutnya, untuk sekali kirim sebesar 110 hingga 150 ton kunyit. Kunyit tersebut digunakan sebagai bahan utama untuk ekstrak obat-obatan dan bahan masakan di India.
"Kami kirim sejak 2017 lalu. Untuk tahun ini mulai bulan Juli, Agustus, November dan Februari ini, kami bakal terus kirim selama permintaan masih ada," imbuh Sai'in.
Ponorogo sendiri menurut Sai'in peluang untuk ekspor kunyit luar biasa. Namun karena geografis pegunungan Ponorogo terpencar membuatnya kesulitan untuk mencari para petani kunyit.
"Untuk sekarang harga kunyit kering dari petani Rp 12-13 ribu per kilogram sedangkan nilai jual ekspor Rp 15 ribu per kilogram," tandas Sai'in.
Mendukung gerakan ekspor kunyit, Plt Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Dirjen Hortikultura Sukarman menekankan pihaknya akan memberikan bantuan alat perajang dan pengering kunyit.
"Kami dorong selain pengembangan kawasannya kita untuk bantu alat pengeringnya, perajangnya," tutur Sukarman
Menurut Sukarman, potensi tanaman obat di Bumi Reog menjanjikan. Sekaligus bisa menyerap tenaga kerja. Terutama pekarangan yang kurang produktif bisa dikembangkan untuk kawasan tanaman obat.
"Pesannya pak bupati jangan hanya barang simplisia, tapi barang jadi misal bentuk bubuk atau jamu. Kami akan mendukung pengembangan kawasan, bisa dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bunganya hanya 6 persen per tahun, jadi kalau kunyit waktunya 10 bulan dalam waktu 1 tahun pasti kembali," tukas Sukarman. (iwd/iwd)