Disrupsi yang dicukup dirasakan yakni disrupsi ekonomi. Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan lebih dari 125 perusahaan financial technology (Fintech) yang sudah dicabut isinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI.
Pencabutan izin ini karena melakukan penipuan berbasis pada digitalisasi ekonomi, finansial teknologi, dan peer to peer. Masyarakat kian sulit membedakan fintech mana yang legal, dan ilegal hingga berujung menjadi korban.
"Jadi ini sebuah kondisi di lapangan yang bisa sangat kontradiktif. Di satu sisi, kita ingin menanamkan iman, takwa, dan akhlak mulia berseiring dengan kemajuan teknologi, termasuk teknologi jasa keuangan. Tapi di sisi lain kita berada pada era post truth dan era disruption," kata Khofifah di Surabaya, Rabu (29/1/2020).
Karena itu, Khofifah menyoroti perlunya memperkuat tanggung jawab dan karakter para pelaku jasa keuangan agar masyarakat tidak dirugikan. Khofifah pun meminta Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI) membantu pembentukan karakter mahasiswa.
"Secara kelembagaan sebenarnya telah ada lembaga yang melakukan fungsi pengawasan atas industri jasa keuangan yaitu OJK. Tetapi kita juga punya tanggung jawab untuk ikut mengawal. Termasuk dunia perguruan tinggi dalam hal ini APTISI . Dalam hal kemajuan fintech, ambil baiknya buang tidak baiknya," imbuh Khofifah.
Selain itu, Khofifah menyebut pentingnya membangun mental dan karakter ini karena pengaruh era post truth dan disrupsi sudah begitu kuat. Termasuk di Jawa Timur, dimana ditemukan investasi bodong MeMiles yang jumlahnya hampir Rp 750 miliar. Para korbannya pun orang-orang yang cukup terpandang dan sangat rasional.
"Ada yang investasi Rp 20 juta dapat mobil Alphard, dan Rp 2 juta bisa umroh. Mereka kemudian menjadi speaker sehingga semakin banyak masyarakat yang tertarik karena sudah ada bukti. Akhirnya banyak korban tertipu," imbuhKhofifah.
Karena itu, Khofifah juga mengajak para rektor, guru besar dan akademisi yang tergabung dalam APTISI untuk memperkuat tanggung jawab, mental dan karakter, serta literasi financial digital dan teknologi kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Sebab, percepatan kemajuan teknologi digital yang luar biasa, juga dibutuhkan keberseiringan dengan proses literasi.
"Literasi Finansial menjadi penting, literasi finansial teknologi juga sangat penting. Jadi Proses literasi ini harus berseiring dengan percepatan kemajuan teknologi digital yang luar biasa. Hari ini tidak perlu harus jualan kamera, Tapi dia bisa menjadi platform yang terbesar di dunia. dan itu adalah Instagram misalnya. Hal-hal inilah yang kami rekomendasikan agat mendapat porsi pembahasan dalam rapat pleno APTISI kali ini. Kemajuan fintech ambil baiknya buang tidak baiknya," paparnya.
Kemajuan teknologi dan tren ekonomi digital, ini juga telah diantisipasi oleh Pemprov Jatim. Saat kampanye lalu, Khofifah menyampaikan 43% anak-anak muda di Amerika Serikat sudah masuk format gig economy, sehingga mereka lebih senang memilih menjadi gig worker.
"Yang dibutuhkan oleh generasi muda adalah pusat inovasi, kursus singkat profesi tertentu yang tersertifikasi, co working space dan semacamnya. Sehingga Pemprov Jatim juga menyiapkan program Belanova (belanja inovasi), lalu menyiapkan format MJC (Millenial Job Center) untuk menyiapkan lulusan SMA atau SMK, MA yang tak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi supaya bisa mandiri atau terserap lapangan kerja," jelasnya.
Ekosistem MJC ini meliputi talent, client, dan mentor. Diakuinya, penyiapan ekosistem ini butuh waktu yang lama, begitu juga mencari mentor tapi pihaknya bersyukur banyak perusahaan multinasional dan e-commerce yang mau bergabung. Hasilnya, pada semester dua tahun 2019 sudah bisa dilaksanakan di Jatim.
"Program MJC ini dibuat karena sebanyak 67 % lulusan SMA/SMK dan MA tak melanjutkan ke Perguruan Tinggi, jadi kita siapkan solusi berupa double track SMA dan MA. Saat ini, sudah ada 157 SMA Double Track dan 120 MA Double Track yang bergabung. Kami juga memberikan materi soft skill setiap Sabtu dan Minggu," ujarnya. (hil/fat)