Kedua PNS tersebut adalah Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Mojokerto Yoko Priono serta Kasi Pembinaan dan Peningkatan Akseptor di Badan Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (DP2KBP2) Kabupaten Mojokerto Kusnan Hariadi.
"Kami klarifikasi kedua PNS itu yang diduga mengikuti proses pilkada yang diduga melanggar netralitas ASN," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokerto Aris Fahrudin Asy'at kepada wartawan di kantornya, Jalan Raya Bangsal, Selasa (21/1/2020).
Yoko datang ke kantor Bawaslu sekitar pukul 10.00 WIB. Dia dimintai keterangan hingga sekitar pukul 11.00 WIB. Selanjutnya Bawaslu mengklarifikasi Kusnan, yang sudah menunggu giliran di lokasi.
Aris menjelaskan klarifikasi kali ini menyusul aksi Yoko dan Kusnan, yang mengikuti penjaringan bakal calon bupati di parpol untuk Pilbup 2020. Padahal keduanya saat ini masih berstatus PNS Pemkab Mojokerto. Aris mengaku mendapatkan informasi terkait aksi kedua PNS tersebut dari pemberitaan media.
Yoko bersama pasangannya, Choirun Nisa, mengembalikan berkas pendaftaran bacabup dan bacawabup ke kantor DPC PPP Kabupaten Mojokerto pada 28 Desember 2019. Sedangkan Kusnan melakukan hal yang sama ke Partai NasDem pada 17 Oktober 2019. Kedua PNS ini berharap mendapatkan rekomendasi dari partai untuk maju pada Pilbup Mojokerto 2020.
"Memang belum tahapan kampanye, tapi Bawaslu punya tanggung jawab memastikan netralitas ASN, TNI, dan Polri. Jadi, sekalipun belum masuk tahapan kampanye, ASN wajib menjaga netralitasnya. Indikasinya (tidak netral) yang bersangkutan datang ke parpol, mengambil formulir dan mengembalikan, serta sempat berdiskusi di sana. Jelas di aturan ASN tidak boleh," terang Aris.
Aksi Yoko dan Kusnan mengikuti penjaringan bakal calon bupati di parpol, lanjut Aris, menjadi salah satu indikasi keduanya tidak netral sebagai PNS. Menurut dia, Yoko dan Kusnan diduga melanggar enam peraturan.
Peraturan tersebut adalah UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, dan Surat MenPAN-RB Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tanggal 27 Desember 2017 perihal Pelaksanaan Netralitas ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak.
Juga Surat Edaran MenPAN-RB Nomor B/94/M.SM.00.00/2019 tanggal 26 Maret 2019 perihal Pelaksanaan Netralitas ASN Penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pileg 2019 dan Surat Komisi Aparatur Sipil Negara Nomor B-2900/KASN/11/2017 perihal Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2018.
Selain Yoko dan Kusnan, Aris mengaku telah meminta keterangan kepada pengurus PPP dan NasDem di Mojokerto terkait indikasi PNS tak netral. Sore ini pihaknya juga meminta keterangan kepada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Mojokerto.
Sejauh ini barang bukti yang dia kantongi berupa pemberitaan media terkait aksi Yoko dan Kusnan, sejumlah dokumentasi dari partai, serta keterangan saksi dari partai.
"Selanjutnya hasil klarifikasi kami plenokan besok. Nantinya kami memberikan rekomendasi kepada Komisi ASN (KASN). Karena yang berwenang memberikan sanksi KASN," tegasnya.
Saat dimintai konfirmasi setelah klarifikasi di Bawaslu, Yoko menampik jika dikatakan melanggar peraturan tentang Pilkada maupun ASN. Menurut dia, PNS wajib mengundurkan diri jika sudah ditetapkan sebagai calon bupati oleh KPU.
"Seorang ASN mundur di kala penetapan calon. Itu di UU ASN maupun UU Pilkada," tandasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini