Dina Putri Pratiwi, satu dari lima pendamping korban menyatakan untuk tidak membawa kasus ini ke ranah hukum merupakan kehendak korban yang tentu disertai beberapa pertimbangan.
Hal itu yang kemudian mendasari untuk menggalang solidaritas melalui media sosial dengan menyebar pernyataan sikap bersama atas kasus yang menimpa kedua korban. Dan menyertakan sejumlah tuntutan yang dialamatkan kepada pelaku.
"Belum untuk melaporkan ini ke polisi, karena mulai diproses awal memang tidak mengarah ke sana (jalur hukum) dan itu yang diinginkan oleh korban. Karena untuk ke jalur hukum juga menyangkut kesiapan korban, prosesnya jauh lebih panjang belum lagi kondisi mental korban yang saat ini lagi down," kata Dina saat memberikan keterangan resmi kepada wartawan, Sabtu (28/12/2019).
"Seperti yang diharapkan oleh korban, ingin agar pelaku dipecat dari jabatannya di MCW dan restitusi tanggung jawab pelaku untuk pemulihan korban dengan melaporkan kasus ini kepada lembaga," sambung Dina.
Dia mengatakan, sebelum menggalang solidaritas di media sosial untuk membentuk aliansi beserta advokasi terhadap korban, pihaknya beberapa kali menggelar pertemuan dengan MCW. Itu dalam rangka melaporkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku.
Namun, kata dia, dari beberapa pertemuan yang digelar bersama MCW hanya satu tuntutan yang dapat terpenuhi dan seketika itu disampaikan oleh pelaku. Yakni memberikan restitusi tanggung jawab pemulihan terhadap korban.
"Untuk memecat pelaku dari jabatanya belum bisa dilakukan. Padahal, MCW secara lembaga bertanggung jawab atas persoalan ini. Karena status pelaku melekat dan aktif sebagai anggota badan pekerja. Dan harapannya tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari," ujarnya.
Dina menegaskan, pelaporan kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami korban bukan bertujuan untuk menjatuhkan lembaga (MCW), akan tetapi bagaimana menciptakan ruang aman bagi perempuan.
"Kita bukan berniat menjatuhkan lembaga (MCW), tetapi bagaimana bisa menciptakan ruang aman bagi perempuan dengan memberikan hak-haknya. Agar peristiwa serupa tidak terulang kembali," tegasnya.
Dia menambahkan, dari awal memang berniat melaporkan kekerasan seksual yang dialami korban kepada lembaga tempat pelaku aktif bekerja. Berdasarkan keinginan korban, agar MCW memberikan sanksi berupa pemecatan. Berdasarkan informasi bagaimana mekanisme pelaporan dilakukan, maka tahapan itu kemudian dilakukan oleh pendamping.
"Nyatanya kami tidak mendapatkan respon baik dari MCW, dengan tidak memecat pelaku. Bahkan, dalam pertemuan terakhir pendamping justru diancam Undang-Undang ITE. Surat pernyataan kami ditolak, dan karena itu kami kemudian memilih untuk menggalang solidaritas melalui media sosial," imbuh Dina.
Malang Corruption Watch (MCW) telah memberikan sikap resmi atas tuduhan dugaan kekerasan seksual itu. Mereka juga tidak mempersoalkan jika korban melapor ke polisi, harapannya agar dugaan kasus yang terjadi bisa diusut tuntas.
"Kami tidak menghalang-halangi atau menutup-nutupi. Justru kami sangat terbuka. Apalagi jika korban melapor ke polisi, dengan mengusut tuntas dugaan kasus yang dialami oleh korban," tegas Koordinator Badan Pekerja MCW M Fahrudin saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (27/12/2019). (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini