Nur Asyik Hidayatullah merupakan lulusan Victoria University Australia tahun 2011. Riset Viot dilakukan bersama empat dosen lain dan dua teknisi kampus Politeknik Negeri Madiun (PNM) selama setahun lebih. Terhitung mulai 1 Oktober 2018 hingga 30 November 2019.
Nur yang saat ini sebagai dosen Teknik Listrik di PNM menjelaskan, alat monitoring buatan tim riset kampus PNM menggunakan jaringan Wireless Sensor Network (WSN) atau jaringan sensor nirkabel yang memanfaatkan energi surya sebagai catu daya.
Warga Jalan Kembangsawit, Desa Rejosari, Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun itu mengatakan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta telah menyatakan keberhasilan atas pemasakan alat mitigasi bencana meletusnya gunung berapi di Gunung Kelud. Alat yang diciptakan ini berbasis internet dengan nama Viot.
"Alhamdulillah setelah lebih dari setahun kita melakukan penelitian ini, ternyata oleh tim Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Indonesia dinyatakan sukses," terang Ketua Tim riset VIOT Nur Asyik kepada detikcom di kampus Politeknik Negeri Madiun (PNM), Senin (2/11/2019).
Menurut Nur, Viot bisa membantu dalam mitigasi bencana terkait gunung berapi yang mampu memonitor gas beracun CO dan CO2 di Gunung Kelud di Kediri. Jika pada 2018 hanya tediri dari 2 sensor gas saja, kini memiliki 7 sensor yang mampu mendeteksi aktivitas Gunung Kelud.
"Ini merupakan alat berbasis internet dan bisa membantu dalam mitigasi bencana terkait gunung berapi. Jadi bisa terpantau jika gunung aktif itu menunjuk tanda bahaya," katanya.
Nur menyampaikan, riset itu mendapat bantuan dana dari pemerintah Australia. Yang salah satu tujuannya untuk mendukung alumni dan memanfaatkan pengetahuan dan keahliannya demi kepentingan masyarakat banyak.
"Untuk riset ini didanai oleh Pemerintah Australia melalui Alumni Grant Scheme (Skema Dana Hibah Alumni) yang diadministrasikan oleh Australia Award in Indonesia (AAI). Proyek hibah ini diberikan kepada alumni yang pernah studi di Australia untuk melaksanakan proyek spesifik sesuai dengan tujuan dari skema hibah alumni," lanjutnya.
"AAI memberikan pagu dana hibah sampai dengan 10.000 Dolar Australia atau sekitar Rp 100 juta. Selain itu, AAI juga memberikan beasiswa untuk masyarakat Indonesia untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 dan S3 serta beasiswa short course (studi singkat) ke Australia setiap tahunnya," imbuhnya.
Para peneliti Viot terdiri atas Nur Asyik sebagai ketua tim, Dirvi Eko Juliando dan Rahmad Gusta dari Dosen Teknik Komputer Kontrol. Kemudian Ardian Prima Atmaja (Dosen Teknik Informasi) dan Kholis Nur Faizin (Dosen Mesin Otomotif). Serta Yohan Intan Kusuma dan Ardi Catur Kurniawan sebagai teknisi.
Pria 36 tahun itu menuturkan, pengembangan teknologi monitoring bencana geologi sangat penting sebagai bagian dari proses mitigasi bencana geologi di Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia merupakan Negara kepulauan yang di kelilingi oleh gunung berapi.
"Wilayah Indonesia itu 'Ring of Fire' atau gunung berapi. Saat ini ada kurang lebih 129 gunung api aktif di Indonesia dan 68 di antaranya yang baru bisa di monitoring dengan baik. Alat monitoring ini akan terus kami kembangkan dan sempurnakan dengan melibatkan BPPTKG Yogyakarta. Kami akan melakukan penelitian lebih lanjut, pengembangan metode, teknologi dan instrumentasi kebencanaan geologi," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini