Koleksi yang ada di dalam Museum Pendidikan ternyata banyak dibantu oleh Surabaya Vintage Community. Kepala Dinas Disbudpar Surabaya Antiek Sugiarti mengatakan komunitas vintage atau sejarah, selain membantu mengisi koleksi museum pendikan, mereka juga membantu museum-museum lainnya di Surabaya.
"Seperti Museum 10 Nopember, Museum Olahraga, kita kolaborasi dengan mereka (kolektor)," ujar Antiek saat acara serah terima barang koleksi Surabaya Vintage Community ke Disbudpar di Museum Pendidikan, Senin (25/11/2019).
Antiek menambahkan barang-barang yang akan dipamerkan dalam museum, semuanya melalui kurator atau ahlinya untuk mengetahui tahun pembuatan serta isinya.
"Jadi untuk mengecek, memang kita menggunakan narasumber ahli dan dengan kurator untuk mengetahui tahunnya, jika diterjemahkan isinya apa dan dari mana," jelas Antiek.
Pihaknya saat ini tengah mengatur story linenya mulai dari jaman pra aksara, jaman kerajaan, kolonial, perjuangan hingga kemerdekaan. Meski belum optimal, karena penempatan dan standarisasinya masih dalam proses.
"Kami masih melakukan evaluasi dengan tim arsitektur, desain untuk penataan, alur dan pengamanannya," imbuh Antiek.
Diakui Antiek, sebagian koleksi yang ada di Museum Pendidikan Surabaya, merupakan hibah dari kolektor, melalui proses penggantian, serta diperoleh dari pembelian.
"Sesuai ketentuan internasional museum ini senin tutup. Tetapi nanti kita evaluasi, apakah seperti museum 10 Nopember yang tiap hari buka atau apa," tandas Antiek.
Sementara itu, Ketua Umum Surabaya Vintage Community Ali Budiono saat penyerahan barang-barang koleksi, mengatakan sebanyak delapan puluh persen koleksi yang berada di Museum Pendidikan merupakan barang-barang dari komunitasnya.
Ali juga mengatakan jika mereka mengumpulkan selama tiga bulan lamanya, sebelum diserahkan kepada Disbudpar Surabaya. Barang yang mereka kumpulkan diantaranya sabak, buku tulis, buku pelajaran, manuskrip atau naskah kuno, mesin ketik, dan alat laboratorium.
"Mesin cetak dari Percetakan Muhammadiyah di Yogyakarta," kata Ali.
Ali menjelaskan anggota Surabaya Vintage Community ada 500 anggota. Sedangkan secara nasional anggotanya berjumlah ribuan. Dari mereka telah terkumpul 700 barang yang serahkan ke Disbudpar untuk museum Pendidikan Surabaya.
"Misalkan sabak, kita kesulitan menemukannya saat ini. Kita dapat lumayan banyak dari daerah Jawa Tengah. Di Surabaya sulit mendapatkannya," ungkap Ali.
Selain itu, Ali juga mengungkapkan jika koleksi yang ada di Museum Pendidikan Surabaya juga dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Jawa Tehgah, Kalimatan, dan Sumatera.
"Manuskrip dari Aceh. Naskah dari daun lontar, deeluwang kertas atas kertas eropa itu ada di tahun 1700 - 1800 ," lanjut Ali.
Selain itu, barang koleksi Museum yang didapat dari Surabaya berupa buku-buku pelajaran di jaman belanda dan Jepang hingga di era kemerdekaan. Buku-buku tersebut beberapa diantaranya adalah ijazah sekolah Tionghoa.
Ali berharap dengan penyerahan benda-benda kuno sebagai koleksi Museum Pendidikan Surabaya, agar koleksi tersebut berguna untuk dunia pendidikan, terutama pendidikan anak di masa mendatang.
"Seperti Sabak, di zaman dulu sekolah memakai sabak. Dengan sabak, sekali nulis dihapus. Jadi, bisa dibayangkan betapa susahnya daya ingat anak-anak sekolah dulu," tandas Ali. (iwd/iwd)