"Itu bisa berbagai macam kemungkinan. Tapi kecenderungannya ini adalah aktivitas seismologi. Cenderungnya ke arah sana. Jadi kecil kemungkinannya aktivitas weather (cuaca) tapi besar kemungkinannya seismologi," ucap Kepala Sub Bagian Komunikasi dan Edukasi Publik LAPAN Unggul Satrio kepada detikcom, Senin (25/11/2019).
Aktivitas seismologi yang dimaksud itu bisa berbagai macam. Menurut Unggul, dentuman itu bisa terjadi karena aktivitas vulkanologi, tanah jatuh di dalam rongga bumi atau patahan yang tidak menyebabkan gempa.
"Itu kan di kaki gunung ya, nah itu bisa juga dari aktivitas vulkanologi atau tanah jatuh di dalam rongga bumi itu kan fenomena tanah jatuh di dalam rongga bumi ada di belahan bumi lain. Kemudian patahan yang tidak menyebabkan gempa juga bisa. Itu bisa dari mana saja. Sampai saat ini belum ada yang mengetahui secara pasti untuk dentuman seperti itu," katanya.
Pihak LAPAN sendiri memang belum menerjunkan tim pengamat ke Tulungagung untuk mengecek aktivitas dentuman itu. Namun kecenderungan itu muncul berdasarkan tipe dentuman yang cepat, keterangan warga dan posisi daerah yang berada di kaki gunung.
Baca juga: Dentuman Keras Kejutkan Warga Tulungagung |
"Sampai saat ini belum ada orang yang ke sana. Kita menunggu arahan pimpinan. Kalau ada nanti kami update lagi," kata dia.
Senada dengan LAPAN, Stasiun Geofisika Kelas III BMKG Sawahan Nganjuk juga menduga dentuman itu terkait dengan aktifitas kegempaan. Kepala Stasiun Geofisika Kelas III BMKG Sawahan Nganjuk Chudori mengatakan dentuman keras tersebut terdeteksi pada seismograf, namun skalanya relatif kecil.
"Dentuman itu terjadi pada pukul Pukul 08:21:22 WIB, untuk skalanya kecil," kata Chudori.
Menurut Chudori, dentuman itu diakibatkan oleh aktivitas kegempaan. Suara itu bisa saja terjadi, sebab di dalam perut bumi, susunan materialnya banyak terdapat rongga. Sehingga apabila terjadi reruntuhan batuan atau pergeseran lempeng dapat menimbulkan suara.
"Peristiwa seperti ini tahun 2011 lalu pernah terjadi di Ponorogo, Trenggalek dan Pacitan. Jadi ini memang efek dari aktivitas kegempaan, bisa akibat runtuhan batuan dalam tanah atau pergeseran lempeng. Suaranya bisa keras, karena bumi itu berongga," ujarnya.
Terkait dentuman tersebut BMKG Nganjuk akan terus melakukan pemantauan, bahkan apabila dentuman kembali berulang-ulang seperti di Trenggalek atau Ponorogo, pihaknya akan terjun ke wilayah untuk melakukan pemantauan lebih dalam.
"Sebetulnya adalah hal yang biasa, masyarakat tidak perlu khawatir," tandas Chudori. (iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini