Kompensasi untuk Perajin Bata Merah di Situs Kumitir Dijanjikan Tahun 2020

Kompensasi untuk Perajin Bata Merah di Situs Kumitir Dijanjikan Tahun 2020

Enggran Eko Budianto - detikNews
Jumat, 08 Nov 2019 13:30 WIB
Situs Kumitir berlokasi di lahan milik para perajin batu bata (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto - Para perajin bata merah di situs Kumitir, Mojokerto menuntut kompensasi untuk tanah mereka yang hilang. Oleh pemerintah, kompensasi tersebut dijanjikan akan direalisasikan tahun 2020.

Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Fitra Arda mengatakan, pihaknya belum menerima usulan anggaran untuk kompensasi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim. Sehingga sampai saat ini, kompensasi belum masuk dalam anggaran 2020.

Padahal saat ini anggaran Kemendikbud untuk tahun depan sedang dibahas dengan DPR RI dan akan segera disahkan. Sebagai solusinya, pihaknya akan mengambil dana dari pos anggaran penanganan kasus untuk memberi kompensasi ke para perajin bata merah.

"Mungkin kami bisa memasukkan ke ranah penanganan kasus," kata Fitra kepada wartawan saat meninjau situs Kumitir di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jumat (8/11/2019).


Ia menuturkan, anggaran untuk penanganan kasus sendiri tergolong minim. Tahun ini pemerintah hanya mengalokasikan dana Rp 2 miliar. Itu pun untuk penanganan kasus seluruh Indonesia.

"Kami ingin dana penanganan kasus ini ditingkatkan. Tahun ini hanya sekitar Rp 2 miliar. Tahun depan masih sama," ungkapnya.

Fitra menjanjikan kompensasi bagi para perajin bata merah di situs Kumitir bisa dicairkan tahun depan. Hanya saja dia meminta para perajin sabar menanti hingga kompensasi cair.

"Kami berharap tidak ada masyarakat yang dirugikan, tapi masyarakat juga harus memahami ini kepentingan negara. Saling memahami itu yang sangat penting," terangnya.

Situs Kumitir ditemukan di lahan pembuatan bata merah Dusun Bendo. Terdapat 10 perajin yang terdampak penemuan bangunan purbakala ini.

Struktur dari bara merah berupa talud atau tembok penguat tanah ini membentang dari selatan ke utara. Bagian yang sudah diekskavasi sepanjang 100 meter dengan ketebalan 140 cm dan ketinggian lebih dari 120 cm.


Akibat adanya struktur talud kuno, setiap perajin bata merah kehilangan tanah sekitar 16,8 meter kubik. Setiap meter kubik tanah bisa diolah menjadi 1.000 biji bata merah. Harga seribu bata merah Rp 350 ribu. Dengan begitu, setiap perajin merugi Rp 5,8 juta.

Sementara Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho mengaku belum menghitung volume tanah setiap perajin yang hilang akibat keberadaan situs Kumitir. Sejauh ini kompenasi baru diberikan ke 2 penemu situs Kumitir dan seorang pemilik tanah. Masing-masing mendapatkan Rp 1 juta.

Dia berjanji akan segera mengusulkan kompensasi bagi para perajin bata merah sekaligus usulan anggaran untuk ekskavasi situs Kumitir ke Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Dirjen Kebudayaan Kemendikbud.

"Pengusulan untuk tahun depan. Kami hitung juga kebutuhan kompensasi dan ekskavasi untuk kami sampaikan ke Pak Fitra. Kami yang menyusun perencanaan," tandasnya. (fat/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.