Seperti yang dialami Kunadi (60), peternak ikan koi di Dusun Gempal, Desa Wunut, Kecamatan Mojoanyar. Di sebelah rumahnya, bapak dua anak ini mempunyai sembilan kolam. Kolam tersebut terdiri atas kolam pembenihan dan pembesaran ikan koi.
"Sepanjang musim kemarau ini, jumlah ikan yang sudah mati 40 ekor. Rata-rata umurnya 1 tahun," kata Kunadi kepada wartawan di kolam ikan koi miliknya, Selasa (29/10/2019).
Budi daya ikan koi ini ditekuni Kunadi bersama putranya, Hariono (32), sejak lima tahun lalu. Menurut Hariono, baru musim kemarau tahun ini puluhan ikan koi peliharaannya mati mendadak.
Kematian ikan indukan yang rata-rata berukuran 25-30 cm itu akibat cuaca panas yang ekstrem. Suhu air kolam pada siang hari bisa mencapai 40 derajat Celsius. Kondisi ini membuat zat amoniak dari sisa pakan ikan mencemari air kolam.
"Zat amoniak itu sifatnya seperti racun bagi ikan koi. Ditambah lagi perubahan suhu ekstrem dari siang yang panas ke malam yang dingin, sehingga ikan banyak yang mati," terangnya.
Puluhan indukan koi miliknya yang mati, lanjut Hariono, terdiri atas beberapa jenis, yaitu Koi Kohaku, Showa, Asagi dan Taisho Sanke. Rata-rata setiap ekor seharga Rp 250 ribu.
"Kalau 40 ekor yang mati, saya tekor kurang-lebih Rp 10 juta," ungkapnya.
Agar kematian ikan koi peliharaannya tidak terus terjadi, Hariono mempercepat periode pergantian air kolam dan pembersihan filter air. Sebelumnya dia mengganti air kolam sebulan sekali, tapi kini menjadi 3 minggu sekali.
"Penggantian air kolam untuk mengurangi dampak zat amoniak yang mencemari kolam karena kena cuaca panas," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2